Parapuan.co - Di tengah glamorama industri fashion dan kecantikan, ternyata ada dampak terhadap lingkungan yang tak bisa dipandang sebelah mata.
Mulai dari penggunaan air yang berlebihan dalam produksi kapas hingga mikroplastik dalam kosmetik.
Belum lagi, keinginan masyarakat untuk mengikuti tren terkini sering kali menciptakan generasi konsumtif yang menimbulkan kerugian besar bagi planet ini.
Namun, dengan dampaknya yang besar terhadap lingkungan, konsumen juga semakin sadar untuk menggunakan produk-produk yang lebih berkelanjutan.
Hal ini pun menyebabkan meningkatnya 'green marketing', dimana perusahaan-perusahaan mempromosikan diri mereka sebagai perusahaan yang ramah lingkungan.
Kendati demikian, ada kekhawatiran yang semakin besar di tengah populernya penerapan green marketing, yaitu greenhushing.
Apa itu Greenhushing?
Istilah greenhushing menjadi populer tahun ini, namun sebutan ini sudah ada sejak tahun 2008.
Greenhushing diciptakan oleh ahli strategi merek Jerry Stifelman dan penulis lingkungan Sami Grover di blog Treehugger.com, seperti melansir dari NSS Mag.
Baca Juga: Ini Rekomendasi Skincare Bahan Alami untuk Cerahkan Wajah yang Ramah Lingkungan
Secara garis besar, greenhushing adalah tindakan yang sengaja meremehkan atau mengabaikan dampak negatif suatu merek terhadap lingkungan, namun tetap mempertahankan 'kedok' keberlanjutan dalam bisnisnya.
Menurut laporan Net Zero tahun 2022 dari South Pole, semakin banyak perusahaan yang mengadopsi cara kerja ramah lingkungan.
Namun sayangnya, dari 1.200 organisasi yang disurvei, 25 persen tidak menginformasikan apa yang mereka lakukan sebenarnya.
Sejumlah pakar menilai, greenhushing adalah cara perusahaan untuk menghindari tanggung jawab terhadap lingkungan karena kelalaian produksi mereka, sehingga menghindari pengawasan yang ketat.
Menurut laporan terbaru Fashion Revolution, jenama-jenama yang gagal mengikuti Indeks Transparansi Fashion tahun ini mengalami peningkatan.
Hal ini pun membuktikan bahwa masih banyak jenama yang tidak cukup transparan dan menerapkan greenhushing.
Tapi penting untuk diingat bahwa greenhushing berbeda dengan greenwashing.
Jika greenwashing melakukab klaim menyesatkan tentang praktik ramah lingkungan, greenhushing lebih berfokus pada menjaga kerahasiaan mengenai hal-hal yang kotor.
Cara Kerja Greenhushing
Baca Juga: Mengenal Loulourose, Brand Perhiasan yang Memakai Emas dan Perak Daur Ulang
1. Tidak Cukup Transparan
Brand mungkin menampilkan inisiatif ramah lingkungan dalam memasarkan produknya, seperti menggunakan kemasan daur ulang dalam satu lini produk.
Namun di satu sisi, brand juga mengabaikan praktik tidak berkelanjutan yang digunakan di tempat lain dalam operasi mereka.
2. Mengalihkan Fokus
Perusahaan mungkin terlalu fokus pada upaya amal atau inisiatif tanggung jawab sosialnya, untuk mengalihkan perhatian dari jejak dampak lingkungan dari bisnis yang dilakukannya.
3. Bahasa yang Tidak Jelas
Brand menggunakan istilah yang ambigu seperti "sustainable practices (praktik berkelanjutan)" atau "bahan ramah lingkungan" tanpa memberikan rincian konkret apa pun tentang dampak sebenarnya terhadap lingkungan.
Itu dia hal yang dimaksud greenhushing, yang masih dipraktikkan di industri fashion dan kecantikan.
Maka penting bagi konsumen untuk lebih teliti dan melakukan riset sendiri, guna memastikan brand yang dipilih benar-benar melakukan praktek produksi ramah lingkungan pada bisnisnya.
(*)
Baca Juga: Ini Dia 5 Cara Memilih Produk Kecantikan yang Ramah Lingkungan