Parapuan.co - Kemajuan teknologi telah memberikan peluang besar bagi perempuan untuk lebih berdaya dan berkontribusi di berbagai bidang, terutama dalam ekonomi digital.
Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa internet dan media sosial juga menjadi sarana munculnya kekerasan dan eksploitasi, terutama terhadap perempuan dan anak.
Data dari SAFEnet Indonesia menunjukkan bahwa pada tahun 2024, kasus Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) di Indonesia meningkat empat kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya.
Pada triwulan I 2023 tercatat 118 kasus, sementara pada triwulan I 2024 angka tersebut melonjak menjadi 480 kasus.
Bintang Puspayoga, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), menyatakan bahwa korban KBGO terbanyak berada pada rentang usia 18-25 tahun dengan 272 kasus atau 57 persen, disusul oleh anak-anak di bawah 18 tahun dengan 123 kasus atau 26 persen.
Dikutip dari rilis KemenPPPA, kasus-kasus tersebut meliputi pelecehan dan eksploitasi seksual perempuan dan anak secara online serta penyebaran konten intim non-konsensual. KBGO ini dapat menimpa siapa saja dan sangat minim solusi yang berkeadilan.
Pentingnya Literasi Digital untuk Perempuan dan Anak
Menteri PPPA, Bintang Puspayoga, menekankan pentingnya mendorong perempuan dan anak Indonesia untuk lebih waspada dalam memanfaatkan teknologi digital.
Perempuan dan anak yang dibekali dengan literasi digital yang baik akan mampu melindungi diri dari berbagai kejahatan digital serta melindungi anak dan keluarganya saat beraktivitas di dunia digital dan media sosial.
Baca Juga: Sexting dan 8 Jenis Kekerasan Berbasis Gender Online, Apa Itu?
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika, Usman Kansong, menyatakan bahwa pihaknya aktif melakukan literasi digital yang inklusif dan menjangkau berbagai kalangan, termasuk perempuan. Literasi digital ini meliputi empat pilar: keterampilan digital, etika digital, budaya digital, dan keamanan digital.
Selain literasi digital, Usman Kansong menjelaskan bahwa pihaknya juga melakukan langkah korektif dengan menurunkan konten negatif di media sosial dan website, termasuk konten pornografi.
Dari 17 Juli 2023 hingga 13 Juni 2024, sebanyak 25.628 konten bermuatan pornografi telah diturunkan, termasuk 374 konten terkait pornografi anak. Untuk penindakan, mereka bekerja sama dengan Kepolisian Republik Indonesia.
Kebijakan TikTok untuk Menangani KBGO
Marshiella Pandji, Public Policy ByteDance/TikTok, menyatakan bahwa TikTok memiliki kebijakan ketat terhadap konten yang mengarah pada KBGO.
Berdasarkan panduan komunitas, TikTok tidak mentoleransi konten kekerasan, baik seksual, fisik, maupun lainnya, terutama konten yang berkaitan dengan child sexual abuse materials (CSAM). Indonesia adalah satu-satunya pasar TikTok yang penggunanya berusia 14 tahun ke atas.
TikTok juga memiliki fitur seperti family pairing untuk mencegah konten KBGO. Fitur ini memungkinkan orang tua/wali mengontrol aktivitas anak mereka di media sosial.
Orang tua/wali dapat menghubungkan akun TikTok mereka dengan akun anak mereka dan membantu mengontrol siapa yang dapat melihat konten yang dipublikasikan anak mereka. Selain itu, fitur pesan langsung (direct message) dimatikan untuk pengguna berusia 14-15 tahun dan secara default dinonaktifkan untuk pengguna berusia 16-17 tahun. (*)
Baca Juga: Bahaya Mengancam, Ini 5 Cara Mencegah Anak Jadi Korban Kekerasan Seksual