Tujuan Terkait
Tujuan Lestari terkait

Bertolak Belakang dengan Klaim Kesetaraan Gender, Prancis Larang Atletnya Pakai Hijab di Olimpiade 2024

Arintha Widya - Kamis, 18 Juli 2024
Pemerintah Prancis larang pemakaian hijab di Olimpiade Paris 2024.
Pemerintah Prancis larang pemakaian hijab di Olimpiade Paris 2024. SeventyFour

Parapuan.co - Menjelang pelaksanaan Olimpiade 2024 di Paris, kabar mengejutkan datang dari otoritas Prancis.

Baru-baru ini, pemerintah Prancis menyatakan tidak mengizinkan atlet perempuan dari kontingen dalam negeri mengenakan hijab di Olimpiade maupun Paralimpiade 2024 di Paris.

Hal ini tentu saja mengundang reaksi banyak pihak dari seluruh dunia, tak terkecuali Amnesty International seperti melansir The Cut.

Amnesty International ialah organisasi non-pemerintah internasional yang bertujuan mengampanyekan pentingnya hak asasi manusia.

Amnesty International menolak pernyataan pemerintah Prancis dan ingin agar atlet perempuan tetap dapat mengenakan hijab saat bertanding di Olimpiade 2024.

Pihak Amnesty International juga menilai, tindakan yang dilakukan pemerintah tersebut sangat diskriminatif.

"Pihak berwenang Prancis dengan tegas dan tanpa malu-malu menyatakan bahwa upaya mereka yang diumumkan untuk meningkatkan kesetaraan gender dan inklusivitas dalam olahraga tidak berlaku bagi satu kelompok perempuan dan anak perempuan," demikian laporan dari Amnesty International.

Kelompok yang dimaksud yaitu perempuan dan anak perempuan Muslim yang mengenakan penutup kepala atau hijab.

Anna Blus, peneliti hak-hak perempuan dari Amnesty di Eropa menentang keras keputusan tersebut.

Baca Juga: Untuk Pertama Kalinya, Olimpiade 2024 Mencapai Kesetaraan Gender

Bagaimana tidak, keputusan pemerintah Prancis sangat bertentangan dengan klaim Olimpiade Paris 2024 yang sempat disebut Olimpiade Kesetaraan Gender.

"Larangan atlet Prancis berkompetisi dengan mengenakan hijab olahraga di Olimpiade dan Paralimpiade merupakan olok-olok atas klaim Paris 2024 adalah 'Olimpiade Kesetaraan Gender' yang pertama, dan mengungkap diskriminasi gender yang rasis," ungkap Anna Blus seperti mengutip Arab News.

Ditambahkan juga olehnya bahwa peraturan diskriminatif yang mengatur pakaian perempuan merupakan pelanggaran terhadap hak asasi perempuan dan anak perempuan Muslim.

Anna Blus juga mengatakan, "Ini berdampak buruk pada partisipasi mereka dalam olahraga, menghalangi upaya untuk menjadikan olahraga lebih inklusif dan lebih mudah diakses."

Tak cukup sampai di situ, Anna Blus menyebutkan bahwa tidak seorang perempuan pun boleh dipaksa untuk memilih antara olahraga yang disukai atau keyakinannya, identitas budayanya, atau kepercayaannya.

Sekadar informasi, Menteri Olahraga Prancis, Amélie Oudéa-Castéra sebelumnya mengatakan bahwa sekularisme negara dan aturannya terhadap simbol-simbol agama dalam olahraga akan ditegakkan untuk atlet yang bertanding di Olimpiade Paris.

"Artinya, bahwa perwakilan delegasi kami, dalam tim Prancis kami, tidak akan mengenakan hijab," demikian kata Amélie Oudéa-Castéra.

Di Prancis sendiri, larangan penggunaan hijab bagi perempuan dan anak perempuan sudah diterapkan di sekolah umum sejak tahun 2004.

Lebih lanjut, larangan mengenakan hijab untuk atlet perempuan yang tergabung di tim Prancis boleh jadi merupakan aturan domestik yang perlu dipatuhi.

Baca Juga: Frieda Dalen, Perempuan Pertama yang Suarakan Hak Perempuan di Sidang PBB

Akan tetapi, hal ini tidak dapat diterima oleh hukum internasional karena melanggar hak asasi manusia, khususnya keadilan gender bagi perempuan.

Selain Amnesty International, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mengkritik keras larangan tersebut.

"Tidak seorang pun boleh memaksakan pada seorang perempuan apa yang harus dia pakai, atau tidak pakai," ungkap PBB seperti dikutip The Guardian.

Menjelang dimulainya Olimpiade Paris pada pekan depan, sejumlah organisasi hak asasi manusia telah menulis surat kepada otoritas Prancis sejak Juni 2024.

Surat tersebut berisi permintaan agar pemerintah setempat mempertimbangkan kembali larangan penggunaan hijab mengingat tema besar yang diangkat dalam Olimpiade 2024 di Paris adalah Olimpiade Kesetaraan Gender.

Tema tersebut diangkat karena disebutkan bahwa tingkat partisipasi atlet di Olimpiade 2024 adalah 50 persen laki-laki dan 50 persen perempuan.

"Belum terlambat bagi otoritas Prancis, federasi olahraga, untuk melakukan hal yang benar dan membatalkan semua larangan berhijab pada atlet olahraga Prancis, baik di Olimpiade musim panas maupun di semua cabang olahraga, di semua tingkatan," papar Anna Blus.

Bila aturan tersebut tetap dilakukan, boleh jadi klaim Olimpiade Paris sebagai Olimpiade Kesetaraan Gender perlu dikoreksi ulang. Bagaimana menurut Kawan Puan?

Baca Juga: Molka, Merenggut Hak Perempuan di Tengah Kemajuan Teknologi Digital

(*)

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.



REKOMENDASI HARI INI

3 Tips Manfaatkan Uang Pesangon PHK Jadi Modal untuk Wirausaha