Parapuan.co - Erina Gudono dan Kaesang Pangarep baru saja menjalani prosesi upacara tingkeban pada 10 Agustus 2024.
Melalui akun Instagram-nya belum lama ini, Erina Gudono menyampaikan terima kasih dan rasa syukurnya atas tasyakuran dan tingkeban yang berjalan lancar.
"Prosesi siraman di Upacara Tingkeban kehamilan anak pertama kami. Alhamdulillah sabtu hari kemarin acara tasyakuran dan tingkeban berjalan dengan lancar," tulis Erina Gudono
"Terimakasih untuk teman dan sahabat yang datang memberikan doa dan ucapan, terimakasih atas cinta yang begitu banyak untuk kami dan anak kami," lanjut menantu Presiden Joko Widodo itu.
Tradisi tingkeban dalam masyarakat Jawa biasanya dilakukan di usia kehamilan ke-7 bulan atau disebut juga dengan mitoni.
Namun, sudah tahukah Kawan Puan apa itu upacara tingkeban, rangkaian prosesinya, dan apa tujuan dilakukannya tradisi ini?
Daripada penasaran, yuk simak informasi lengkap mengenai tingkeban sebagaimana dirangkum dari Kompas.com!
Asal-Usul Tingkeban
Tingkeban, yang juga dikenal sebagai mitoni, berasal dari kata "pitu" yang berarti tujuh.
Upacara tingkeban merupakan tradisi yang dilakukan untuk merayakan tujuh bulan kehamilan.
Tradisi ini adalah warisan dari budaya Jawa yang telah ada sejak zaman Kerajaan Kediri, yaitu pada masa pemerintahan Prabu Jayabaya.
Konon, upacara ini dimulai dengan kisah seorang perempuan bernama Niken Satingkeb, yang menikah dengan Sadiyo, seorang pejabat kerajaan.
Disebutkan bahwa meski sudah melahirkan sembilan kali, tak satu pun anak Niken dan Sadiyo yang bertahan hidup.
Karena itu, mereka meminta nasihat Prabu Jayabaya. Sang prabu kemudian memberikan tiga petunjuk.
Pertama, Prabu Jayabaya meminta Niken mandi setiap hari Rabu (tumbah), Sabtu (budha), dan mandi suci dengan air yang diambil dengan gayung dari batok kelapa sambil berdoa agar kehamilan berikutnya berjalan lancar dan bayi mereka sehat.
Dari situlah tradisi tingkeban lahir, dan kemudian diwariskan kepada para ibu hamil yang berlanjut sampai sekarang.
Rangkaian Upacara Tingkeban
Tingkeban dilaksanakan saat kehamilan mencapai tujuh bulan, dengan memilih hari baik sesuai kepercayaan Jawa.
Baca Juga: Ini Makna Angpao hingga Aturan Memberikannya saat Merayakan Tahun Baru Imlek
Rangkaian upacara dimulai dengan siraman, yang menjadi simbol pembersihan jiwa dan raga.
Kemudian, suami memasukkan telur ayam kampung ke dalam kain sarung atau jarik yang dikenakan istrinya.
Upacara dilanjutkan dengan brojolan, di mana sepasang kelapa gading yang digambari tokoh Arjuna dan Sumbadra dimasukkan ke dalam kain calon ibu.
Setelah itu, calon ibu berganti pakaian dengan tujuh kain motif berbeda.
Upacara diakhiri dengan meminum jamu sorongan, yang diyakini dapat mempermudah proses persalinan.
Tujuan dari Tingkeban
Tujuan dari tingkeban adalah untuk berdoa agar bayi dalam kandungan selalu sehat dan terhindar dari bahaya.
Selain itu, tingkeban juga melambangkan solidaritas adat yang telah diwariskan turun-temurun.
Bagi masyarakat Jawa, mengabaikan tradisi ini dianggap bisa membawa aib dan nama buruk bagi keluarga.
Sebagian masyarakat juga percaya, tidak melakukan tradisi ini dianggap sebagai pelanggaran terhadap norma sosial dan penghormatan kepada leluhur.
Wah, ternyata sepenting itu ya menjalankan tradisi tingkeban bagi masyarakast Jawa.
Baca Juga: Viral di TikTok Beby Tsabina Menikah, Kenali Tradisi Boh Gaca dan Seumano Pucok dari Aceh
(*)