Baca Juga: Pentingnya Menjaga Kebersihan di Lokasi Bencana, Salah Satunya dengan Membangun Fasilitas MCK
Daryono menjelaskan, gempa paling besar yang yang dipicu oleh Megathrust Mentawai-Siberut terjadi pada 10 Februari 1797.
Pada saat itu, kekuatan gempa mencapai M 8,5 dan menimbulkan tsunami besar sehingga lebih dari 300 orang meninggal.
"Artinya, sudah lebih dari 300 tahun di zona ini tidak terjadi gempa besar sehingga wajar jika para ahli menjadikan zona ini sebagai the big one yang mana menjadi perhatian para ahli," imbuh Daryono.
Langkah Preventif BMKG
Terkait adanya potensi gempa Megathrust di Indonesia dan tsunami, Daryono menyampaikan bahwa BMKG telah menyiapkan sistem monitoring, processing, dan diseminasi informasi gempa bumi serta peringatan dini tsunami yang semakin cepat dan akurat.
Bukan itu saja, BMKG juga tengah menyiapkan upaya-upaya lainnya untuk masyarakat.
Termasuk memberikan edukasi, pelatihan mitigasi, drill, evakuasi berbasis pemodelan tsunami kepada pemerintah, stakeholder, masyarakat, pelaku usaha pariwisata pantai, dan industri pantai serta infrastruktur kritis, seperti pelabuhan hingga bandara pantai.
Kegiatan-kegiatan yang telah disiapkan oleh BMKG ini dikemas dalam Sekolah Lapang Gempa Bumi dan Tsunami (SLG), BMKG Goes To School (BGTS), dan Pembentukan Masyarakat Siaga tsunami atau Tsunami Ready Community.
"Harapan kita, semoga upaya kita dalam memitigasi bencana gempa bumi dan tsunami dapat berhasil dengan dapat menekan sekecil mungkin risiko dampak bencana yang mungkin terjadi, bahkan hingga dapat menciptakan zero victim," kata Daryono.
Terkait gempat Megathrust, masyarakat dihimbau untuk tidak panik dan mengikuti arahan dari BMKG.
Baca Juga: Kondisi Terkini Pasca Gempa Turki, Cuaca Dingin Hambat Evakuasi
(*)