Korban KDRT Tidak Bisa Meninggalkan Pelaku? Bisa Jadi Alami Stockholm Syndrome

Citra Narada Putri - Jumat, 23 Agustus 2024
Korban KDRT yang tidak bisa meninggalkan pelaku mungkin mengalami Stockholm syndrome.
Korban KDRT yang tidak bisa meninggalkan pelaku mungkin mengalami Stockholm syndrome. (Olha Khorimarko/Getty Images)

Parapuan.co -  Mengapa korban kekerasan pada perempuan kerap melindungi pelaku yang telah menyakitinya?

Fenomena ini mungkin terdengar aneh, namun sering terjadi pada kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). 

Apa yang sebenarnya terjadi di benak seorang korban KDRT yang memilih untuk bertahan di samping pelaku kekerasan?

Jika Kawan Puan mendapati seseorang tetap bertahan dalam hubungan yang toksik dengan pelaku kekerasan, jangan langsung dihakimi.

Karena mungkin saja ia justru terjebak dalam kondisi stockholm syndrome. Apa itu stockholm syndrome?

Mengenal Stockholm Syndrome

Stockholm syndrome adalah jenis trauma bonding, yang biasanya terjadi saat korban kekerasan atau pelecehan membentuk ikatan emosional dengan pelaku.

Melansir dari Psychology Today, psikiater asal Swedia, Nils Bejerot, menciptakan istilah tersebut pada tahun 1973 setelah mengamati bagaimana empat sandera perampokan bank tampaknya menjalin hubungan dengan para penculik mereka setelah disandera selama enam hari di Stockholm.

Setelah diselamatkan, para sandera menolak untuk bersaksi melawan para penculik mereka dan bahkan mengumpulkan uang untuk pembelaan mereka.

Baca Juga: Selain Kekerasan Fisik, Ini Jenis KDRT yang Jarang Disadari Perempuan



REKOMENDASI HARI INI

Jenis Makanan Tinggi Gula, Bahaya untuk Kesehatan Tubuh Perempuan