Tak Lagi Sekadar Objek, Perempuan Punya Peran Penting dalam Merawat Seni

Citra Narada Putri - Rabu, 28 Agustus 2024
Pentingnya peran perempuan dalam merawat dan melestarikan seni.
Pentingnya peran perempuan dalam merawat dan melestarikan seni. (Indonesia Bertutur)

Parapuan.co - Perempuan telah lama menjadi pilar penting dalam dunia seni, baik sebagai pencipta, penikmat, maupun pelestari.

Peran kaum hawa dalam menjaga dan mengembangkan berbagai bentuk seni sangatlah signifikan. 

Pentingnya peran perempuan dalam melestarikan seni turut dibuktikan dalam acara Indonesia Bertutur 2024 yang diadakan di Bali pada 7 - 18 Agustus lalu.

Ini merupakan sebuah program yang bertujuan untuk mengumpulkan, melestarikan, dan mempromosikan seni lintas generasi, yang merupakan inisiatif dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Indonesia.

Seperti dipaparkan oleh Melati Suryodarmo, seniman dan Direktur Artistik Indonesia Bertutur 2024, bahwa perempuan memiliki peran penting untuk mengangkat dan melestarikan seni serta budaya. 

"Kerja perempuan di balik layar untuk mengangkat kesenian itu penting banget. Karena (perempuan) memiliki elemen care, mereka perhatian" tutur Melati. 

Di dunia seni kontemporer yang masih banyak didominasi laki-laki, membutuhkan peran perempuan untuk menyeimbangkannya. 

"Perempuan ini tidak usah lagi memusingkan bahwa kita (seniman) perempuan, tapi langsung ke medannya dan counter dengan memfasilitasi pemikiran-pemikiran perempuan (melalui karya seni), ujarnya. 

Seperti dituturkan oleh Melati, bahwa sebenarnya Indonesia Bertutur 2024 tidak secara spesifik mengangkat isu gender, namun pandangan-pandangan pemberdayaan perempuan muncul secara organik lewat karya-karya yang dibawa oleh senimannya itu sendiri. 

Baca Juga: Lestarikan Warisan Budaya, Indonesia Bertutur 2024 Jadikan Seni sebagai Jembatan

"Secara alami, holistik, karya itu muncul. (Misal) Irene Agrivina, Monica Hapsari, Indah Arsyad, 
Arahmaiani, Marintan Sirait, tidak ada karyanya yang membicarakan gender, tapi sangat kuat (pandangannya)," tutur Melati.  

Perempuan bukan lagi hanya menjadi objek seni, tapi juga subjek yang menyampaikan pesan dan pandangannya sendiri. 

"(Perempuan) sebagai pembahasa, penutur yang menuturkan pemikiran, perspektif-perspektif baru. Tidak lagi sebagai 'karena dia perempuan', tapi suara-suara perempuan lewat karyanya," tambahnya lagi.

Bagaimanapun, menurut Melati, perspektif keperempuanan para seniman akan keluar juga melalui karya-karyanya.

Karya Seniman Perempuan di Indonesia Bertutur 2024

Dalam acara INTUR 2024, melibatkan banyak seniman perempuan lintas negara yang memamerkan karyanya. 

Pada setiap karya yang ditelurkan dari seniman-seniman ini pun membawa pesan dan perspektif yang berbeda-beda.

Berikut PARAPUAN rangkum karya-karya seniman perempuan di Indonesia Bertutur 2024:

Baca Juga: Mengenal Peni Candra Rini: Sinden, Komposer, dan Dosen Seni yang Multitalenta

Film Pendek "Kotak" Karya Dian Sastrowardoyo

Film Pendek "Kotak" Karya Dian Sastrowardoyo.
Film Pendek "Kotak" Karya Dian Sastrowardoyo.

Selain berperan sebagai IKON Indonesia Bertutur 2024, aktris Dian Sastrowardoyo jug menunjukkan bakatnya yang lain di dunia seni.

Dian kembali menunjukkan bakat multitalentanya dengan menyutradarai film pendek berjudul "Kotak".

Film pendek berdurasi 13 menit ini merupakan bagian dari proyek Indonesia Bertutur 2024, yang mengisahkan tentang hubungan manusia dengan alam. 

"Ternyata banyak manusia modern yang sudah merasa dirinya tidak berada di habitatnya ketika berada di alam. Padahal kalau dipikir secara common sense, awalnya kan manusia hadirnya di alam. Dulu Adam dan Hawa kan tinggalnya di alam. Tapi sekarang kita sudah sangat terpisahkan dan tidak terhubung dengan alam," cerita Dian saat diwawancarai PARAPUAN (14/8).

Menurut Dian, "Kotak" menjadi analogi semiotik dari pandangannya tentang bagaimana kedekatan manusia dengan alam yang dipengaruhi oleh programming inner child seseorang.

Dalam menyutradarai film pendek ini, Dian Sastro dibantu oleh koreografer Siko Setyanto. 

Termasuk melibatkan aktris kenamaan seperti Asmara Abigail dan Lutesha.

Baca Juga: Dian Sastrowardoyo: Penting Membuat Seni yang Relevan dengan Generasi Muda

Instalasi Fotografi "Out of Focus" Karya Sharon Joetama

Instalasi Fotografi "Out of Focus" Karya Sharon Joetama.
Instalasi Fotografi "Out of Focus" Karya Sharon Joetama. (Indonesia Bertutur)

Seniman muda Sharon Joetama, mengkesplorasi media fotografi dengan air, akrilik hingga tanah pada karyanya bertajuk Out of Focus yang dipamerkan di Indonesia Bertutur 2024.

Karyanya yang dipamerkan di ARMA Museum & Resort, Bali, ini menyentil isu konsumerisme pada masyarakat yang mengabaikan keberlanjutan alam dan lingkungan hidup.

Lewat karyanya yang interaktif, Sharon ingin menunjukkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi pada pembangunan yang terjadi hari ini serta dampaknya di masa depan.  

"Saya pikir banyak orang yang masih belum fokus (out of focus) dan perlu diingatkan tentang pilihan yang mereka miliki," ujar Sharon saat ditemui PARAPUAN (15/8).

Video "Seven Deaths" Karya Marina Abramovic

Video "Seven Deaths" Karya Marina Abramovic.
Video "Seven Deaths" Karya Marina Abramovic. (Dok. Citra Narada/PARAPUAN)

Dalam video berdurasi 61 menit 29 detik, seniman performans asal Serbia, Marina Abramovic menceritakan tentang hidup dan karya penyanyi opera asal Amerika Serikat, Maria Callas.

Baca Juga: Sinta Tantra, Pelukis Perempuan Asal Bali yang Gelar Pameran Tunggal

Video bertajuk Seven Deaths ini ia memanggungkan tujuh kematian tragis dari tujuh lakon opera yang pernah Maria bawakan semasa hidupnya.

Untuk mengantarnya ke tujuh tragedi kematian tersebut, Marina menggandeng aktor kawakan Amerika Serikat, Willem Dafoe.

Willem Dafoe merepresentasikan sosok pengusaha Yunani, Aristotle Onassis, sebagai personifikasi akan kehancuran hati Maria.

Teks (libretto) dalam Seven Deaths ditulis oleh Marina, dengan komposisi musik yang ditata oleh komposer avant-garde kelahiran Subotica, Serbia, Marko Nikodijević.

Sementara itu, adegan-adegan dalam karya ini diambil dari tujuh karya komposer opera legendaris dunia, yaitu La Traviata dan Otello karya Giuseppe Verdi (Itali), Tosca dan Madam Butterfly karya Giacomo Puccini, Carmen karya Georges Bizet, Lucia di Lammermoor karya Gaetano Donizetti, dan Norma karya Vincenzo Bellini.

(*)



REKOMENDASI HARI INI

Sinopsis Series Never Enough, Kisah Persahabatan Anak Yatim Piatu