Parapuan.co - Beberapa waktu lalu Presiden Joko Widodo sempat mengungkapkan keprihatinannya atas tingginya harga obat dan alat kesehatan di dalam negeri yang belum diimbangi dengan kemajuan industri farmasi lokal.
Menanggapi hal itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan bahwa salah satu penyebab utamanya adalah inefisiensi dalam jalur perdagangan dan tata kelola yang menyebabkan kenaikan harga yang tidak wajar.
Selain itu, kebijakan perpajakan yang tidak mendukung industri farmasi lokal juga menjadi penghambat utama.
"Ini kan ada inkonsistensi. Di satu sisi kita ingin dorong industri ini supaya produksi dalam negeri, tapi di sisi lain supporting insentifnya atau insentifnya enggak line (satu garis lurus)," jelas Budi seperti dikutip dari Kompas.
Kemudian, baru-baru ini dalam pertemuan dengan Kepala BPOM Taruna Ikrar di Istana Merdeka, Presiden Jokowi kembali menegaskan pentingnya mempercepat inovasi di sektor kesehatan, terutama dalam pengembangan obat-obatan berbasis bahan alam.
Ia juga menekankan perlunya kemudahan akses masyarakat terhadap obat-obatan esensial, terutama untuk penyakit yang memberikan beban tinggi, seperti kanker.
Peran BPOM dalam Menurunkan Harga Obat
Taruna Ikrar, Kepala BPOM, merespons arahan Presiden dengan komitmen untuk segera menindaklanjuti melalui koordinasi lintas sektor, khususnya dengan Kementerian Kesehatan.
Salah satu fokus utama adalah menurunkan harga obat tertentu yang masih tinggi agar lebih terjangkau oleh masyarakat.
Baca Juga: Jangan Sembarangan Minum Obat, Yuk Kenali Makna Logo Penandanya!
Hal ini termasuk evaluasi terhadap harga eceran tertinggi (HET) obat, sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 98 Tahun 2015.
BPOM juga berencana untuk memperkuat kerja sama antara kampus dan industri farmasi agar inovasi yang dihasilkan dari riset dapat direalisasikan menjadi produk yang aman, bermutu, dan bermanfaat bagi masyarakat.
"Terkait dengan inovasi yang harus dikembangkan ini Pak Presiden, inovasi banyak terlahir dari kampus-kampus sebagai hasil riset."
"Kami akan menjembatani inovasi yang dilakukan oleh kampus dengan industri sehingga hasil penelitian bisa direalisasikan oleh industri farmasi menjadi produk yang aman dan bermutu serta dapat memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat," jelas Taruna seperti dikutip dari rilis BPOM.
Ambisi Indonesia Menuju Pengakuan Global di Bidang Farmasi
Untuk meningkatkan daya saing industri farmasi Indonesia, BPOM sedang mempersiapkan diri untuk memperoleh status WHO Listed Authority (WLA). Pengakuan dari WHO ini akan menempatkan Indonesia sejajar dengan negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Swiss, dan Korea Selatan.
Dengan status ini, produk farmasi Indonesia akan lebih mudah memasuki pasar internasional, sementara obat-obatan inovasi dari luar negeri bisa lebih cepat diakses oleh masyarakat Indonesia.
"Apabila kita sudah mendapatkan status WLA ini, maka kita telah diakui memiliki standar yang sama dengan beberapa negara maju di dunia di antaranya Amerika, Swiss, Belgia, Prancis, Singapura, dan Korea Selatan. Nantinya pengakuan ini akan berpengaruh terhadap negara-negara di dunia, mereka akan memberikan kepercayaan besar kepada produk Indonesia untuk memasuki pasar mereka dan bisa sebaliknya, obat inovasi akan bisa diakses langsung di Indonesia," jelas Taruna. (*)
Baca Juga: Orang Tua Perlu Tahu, Ini 3 Hal yang Perlu Dihindari saat Anak Demam