Kesetaraan Gender dan Energi Bersih Terbarukan, Menolong Perempuan Menjadi Berdaya

David Togatorop - Rabu, 4 September 2024
Energi terbarukan membawa manfaat dalam perspektif kesetaraan gender.
Energi terbarukan membawa manfaat dalam perspektif kesetaraan gender. (iStock/FangXiaNuo)

Dengan pelatihan dan pendidikan yang tepat, perempuan dapat mengambil peran penting dalam pengembangan energi terbarukan, baik sebagai pekerja, pengusaha, atau pemimpin di sektor ini.

Hal ini tidak hanya akan meningkatkan keterwakilan perempuan dalam tenaga kerja, tetapi juga membawa perspektif baru yang lebih inklusif dan beragam dalam pengelolaan energi global.

Dengan demikian, akses terhadap energi bersih adalah kunci untuk membuka pintu menuju kesetaraan gender yang sesungguhnya, di mana perempuan dan laki-laki memiliki kesempatan yang sama untuk berkontribusi dan mendapatkan manfaat dari kemajuan ekonomi dan sosial.

Pemerintah Indonesia, melalui Enhanced Nationally Determined Contributions (ENDC), telah menegaskan komitmen untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dengan target pengurangan sebesar 31,89% secara mandiri dan 43,2% dengan dukungan internasional hingga tahun 2060 atau lebih cepat.

Salah satu langkah utama untuk mencapai target ini adalah dengan melakukan transisi menuju energi baru terbarukan (EBT), yang juga merupakan komitmen dari hasil Presidensi G20 pada tahun 2022.

Selain itu, melalui ratifikasi CEDAW dan Paris Agreement, Indonesia berkomitmen untuk mengintegrasikan perspektif gender dalam aksi-aksi iklim, termasuk dalam transisi energi yang adil.

Program dan kebijakan transisi energi yang memperhatikan responsivitas gender, khususnya di pedesaan, dapat diintegrasikan dengan program Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPPA) yang dikembangkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA).

Ini sejalan dengan tujuan SDGs ke-5 tentang kesetaraan gender, memastikan akses terhadap energi yang terjangkau, andal, berkelanjutan, dan modern untuk semua sesuai dengan tujuan ke-7, serta mendukung aksi untuk mengatasi dampak perubahan iklim sesuai dengan tujuan ke-13.

Baca Juga: Mimpi Menteri PPPA Bintang Puspayoga: Raih Kesetaraan Gender di Tengah Budaya Patriarki

Kemen PPPA bersama Pusat Studi Energi Universitas Gajah Mada (UGM), didukung oleh Asian Development Bank, telah melakukan kajian terkait Dimensi Kesetaraan Gender dalam Proses Transisi Energi di Indonesia.

Plt. Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kemen PPPA, Rini Handayani, memberikan apresiasi dan menekankan pentingnya mengintegrasikan perspektif gender dalam transisi energi.

Hal ini mencakup perbedaan akses bagi perempuan dan laki-laki dalam pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT), partisipasi dalam dunia kerja, pendidikan STEM, serta peran kepemimpinan di sektor energi.

“Proses transisi energi yang mengintegrasikan perspektif gender perlu dilakukan agar semua kelompok termasuk perempuan, anak-anak, penyandang disabilitas sebagai penerima manfaat dapat mendapatkan akses dan kesempatan yang sama dalam penyediaan dan efisiensi energi,” ujar
Rini Handayani, Plt. Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kemen PPPA, pada Rabu (28/8).

Selain itu, Asisten Deputi Pengarusutamaan Bidang Sosial dan Budaya, Eko Novi Ariyanti, menegaskan bahwa gender harus diintegrasikan ke dalam semua tahapan proses pembangunan, mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, hingga pelaporan, termasuk dalam sektor energi.

Penting untuk memastikan akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat dalam sektor energi, serta memperhatikan data pilah gender untuk menyusun program dan kebijakan sektor energi.

Kerangka analisis gender dan inklusi sosial dalam kebijakan dan tata kelola energi juga harus menjadi perhatian utama. (*)

Baca Juga: Perubahan Iklim dan Ketidaksetaraan Gender Membahayakan Perempuan dan Anak

Penulis:
Editor: David Togatorop


REKOMENDASI HARI INI

Kesetaraan Gender dan Energi Bersih Terbarukan, Menolong Perempuan Menjadi Berdaya