Grup Telegram yang digunakan untuk memproduksi dan menyebarkan deepfake masih dapat diakses dari Indonesia, dan kemungkinan penyebaran konten tersebut ke Tanah Air semakin besar seiring dengan semakin luasnya akses internet.
Pihak berwenang di Indonesia diharapkan untuk segera mengambil tindakan dalam mengawasi pembuatan dan penyebaran deepfake.
Terutama dengan meningkatkan pengawasan terhadap platform yang cenderung memberikan kelonggaran terhadap konten pornografi, seperti Telegram.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dapat melakukan pengawasan lebih ketat apabila ditemukan kasus deepfake di Indonesia.
Selain pengawasan, langkah pencegahan juga perlu dilakukan dengan cara memberikan edukasi kepada masyarakat.
Penting untuk menyadarkan publik bahwa konten deepfake merupakan hasil manipulasi, sehingga mereka lebih waspada terhadap potensi bahaya yang ditimbulkan.
Dilansir dari Kompas.id tidak semua konten deepfake buruk, ada pula konten deepfake bernuansa hiburan.
Apabila ada konten video yang diproduksi memakai teknologi kecerdasan buatan, lalu dikasih label, tetapi ternyata informasi yang terkandung di dalam video itu hoaks atau disinformasi, perusahaan segera mempertimbangkan agar konten itu diturunkan (take down).
Baca Juga: Kisah Remaja Perempuan 15 Tahun Bikin Situs Web untuk Bantu Korban KBGO
Untuk mengatasi ancaman yang muncul ini, World Economic Forum (WEF) menyarankan pentingnya terus mengembangkan dan meningkatkan teknologi deteksi deepfake.
Solusi potensial lainnya adalah dengan meningkatkan literasi media dan pemikiran kritis.
Setiap perusahaan platform media sosial memiliki kebijakan sendiri dalam menyikapi dan menangani fenomena itu.
Upaya pencegahan ini perlu segera dilakukan untuk mencegah konten pornografi deepfake menyebar luas di Indonesia.
Bukannya tanpa alasan, perempuan dan anak akan menjadi sasaran paling empuk dari kejahatan pornografi deepfake.
Maka dibutuhkan kerja sama berbagai belah pihak untuk bisa mengatasi masalah mengkhawatirkan ini.
(*)
Ken Devina