Deepfake Ramai Terjadi di Korea, Ancaman Baru bagi Perempuan Indonesia

Tim Parapuan - Jumat, 13 September 2024
OpenAI, perusahaan yang menciptakan ChatGPT, merilis detektor deepfake untuk peneliti disinformasi, cegah perempuan jadi korban kejahatan deepfake.
OpenAI, perusahaan yang menciptakan ChatGPT, merilis detektor deepfake untuk peneliti disinformasi, cegah perempuan jadi korban kejahatan deepfake. EvgeniyShkolenko

Parapuan.co - Penyebaran konten pornografi deepfake melalui aplikasi Telegram telah menjadi masalah serius di Korea Selatan akhir-akhir ini.

Sebagai informasi deepfake adalah media sintetis, termasuk gambar, video, dan audio, yang dihasilkan oleh teknologi kecerdasan buatan (AI).

Ini adalah teknologi yang menggambarkan sesuatu yang tidak ada dalam kenyataan atau kejadian yang belum pernah terjadi.

Namun sayang, teknologi deepfake ini digunakan untuk hal yang tidak baik, dengan banyak memakan korban perempuan. 

Melansir dari Kompas.com, dalam tujuh bulan pertama tahun 2024, Kepolisian Korea menerima 297 laporan kasus pelanggaran pornografi deepfake. 

Hampir dua kali lipat dari jumlah yang tercatat pada tahun 2021 saat kasus deepfake pertama kali dilaporkan.

Korban dari penyebaran konten deepfake ini berasal dari berbagai kalangan, termasuk siswa sekolah, guru, mahasiswa, hingga jurnalis perempuan.

Kejahatan ini menimbulkan kekhawatiran bahwa sindikat deepfake dapat menyebar ke negara lain, termasuk Indonesia.

Pengamat keamanan siber Vaksin.com, Alfons Tanujaya memperingatkan bahwa kasus serupa yang terjadi di Korea Selatan bisa saja terjadi di Indonesia.

Baca Juga: OpenAI Punya Detektor Deepfake untuk Dikembangkan, Bisa Jadi Solusi Pencegahan Perempuan Jadi Korban?

 

Grup Telegram yang digunakan untuk memproduksi dan menyebarkan deepfake masih dapat diakses dari Indonesia, dan kemungkinan penyebaran konten tersebut ke Tanah Air semakin besar seiring dengan semakin luasnya akses internet.

Pihak berwenang di Indonesia diharapkan untuk segera mengambil tindakan dalam mengawasi pembuatan dan penyebaran deepfake.

Terutama dengan meningkatkan pengawasan terhadap platform yang cenderung memberikan kelonggaran terhadap konten pornografi, seperti Telegram.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dapat melakukan pengawasan lebih ketat apabila ditemukan kasus deepfake di Indonesia.

Selain pengawasan, langkah pencegahan juga perlu dilakukan dengan cara memberikan edukasi kepada masyarakat.

Penting untuk menyadarkan publik bahwa konten deepfake merupakan hasil manipulasi, sehingga mereka lebih waspada terhadap potensi bahaya yang ditimbulkan.

Dilansir dari Kompas.id tidak semua konten deepfake buruk, ada pula konten deepfake bernuansa hiburan.

Apabila ada konten video yang diproduksi memakai teknologi kecerdasan buatan, lalu dikasih label, tetapi ternyata informasi yang terkandung di dalam video itu hoaks atau disinformasi, perusahaan segera mempertimbangkan agar konten itu diturunkan (take down).

Baca Juga: Kisah Remaja Perempuan 15 Tahun Bikin Situs Web untuk Bantu Korban KBGO

Untuk mengatasi ancaman yang muncul ini, World Economic Forum (WEF) menyarankan pentingnya terus mengembangkan dan meningkatkan teknologi deteksi deepfake.

Solusi potensial lainnya adalah dengan meningkatkan literasi media dan pemikiran kritis.

Setiap perusahaan platform media sosial memiliki kebijakan sendiri dalam menyikapi dan menangani fenomena itu.

Upaya pencegahan ini perlu segera dilakukan untuk mencegah konten pornografi deepfake menyebar luas di Indonesia.

Bukannya tanpa alasan, perempuan dan anak akan menjadi sasaran paling empuk dari kejahatan pornografi deepfake.

Maka dibutuhkan kerja sama berbagai belah pihak untuk bisa mengatasi masalah mengkhawatirkan ini.   

(*)

Ken Devina

Sumber: Kompas.com,kompas.id,Vaksin.com
Penulis:
Editor: Citra Narada Putri


REKOMENDASI HARI INI

Studi Ungkap Pentingnya Peran Kakek-Nenek terhadap Kesehatan Mental Ibu