Baca Juga: Karakter Perempuan Harley Quinn Versi Lady Gaga di Film Joker: Folie a Deux
Perubahan drastis ini membuat film sulit terhubung dengan audiens penggemar setia Joker dari film pertama, terutama kelompok "fanboy" yang merasa teralienasi dari elemen musikal dan penggambaran Harley Quinn oleh Lady Gaga yang berbeda dari versi sebelumnya.
Film ini juga hadir pada momen yang salah, yaitu di tengah turunnya popularitas film superhero, baik dari dari DC Comic maupun Marvel.
Berbeda dengan Joker di tahun 2019 lalu, yang dirilis pada masa kepresidenan Donald Trump, yang terbilang berhasil memanfaatkan isu maskulinitas toksik dan keterasingan sosial yang relevan dengan masyarakat saat itu.
Namun, sekuelnya gagal membangkitkan energi serupa dan lebih terfokus pada dekonstruksi mendalam karakter Joker, tanpa memberikan eksplorasi yang segar.
Penonton boleh jadi merasa sekuel Joker ini terlalu memaksa menyampaikan kritik sosial tentang obsesi Amerika pada ketenaran.
Keputusan Todd Phillips untuk tidak melakukan uji coba penonton juga dianggap sebagai langkah berisiko.
Dia tampaknya ingin mengoreksi persepsi bahwa film pertama mendukung "toxic fandom", dengan membuat Joker tampak sebagai tokoh yang lebih menyedihkan.
Namun, pendekatan ini justru seperti menghukum basis penggemarnya, yang berujung pada kegagalan komersial.
Secara keseluruhan, Joker: Folie à Deux dianggap terlalu eksperimental dan "berat" untuk audiens mainstream.
Anggaran yang besar, perubahan genre yang tidak populer, dan pergeseran tonal dari film pertama membuat film ini gagal memenuhi ekspektasi, baik dari segi kritik maupun pendapatan.
Bagaimana menurut Kawan Puan yang sudah menyaksikan?
Baca Juga: Akhirnya Tayang, Ini Sinopsis Film Joker 2 yang Pasangkan Joaquin Phoenix dan Lady Gaga
(*)