Tonjolkan Perspektif Perempuan, The Shadow Strays Angkat Isu Matriarki

Tim Parapuan - Kamis, 24 Oktober 2024
Timo Tjahjanto, Sutradara The Shadow Strays
Timo Tjahjanto, Sutradara The Shadow Strays Dok. Instagram @tiff_net

Parapuan.co - Film The Shadow Strays karya Timo Tjahjanto hadir dengan membawa sudut pandang yang berbeda, yaitu menonjolkan konsep matriarki dalam genre action-thriller.

Matriarki merupakan sebuah sistem sosial di mana perempuan, terutama ibu atau tetua perempuan, memiliki otoritas utama dalam kelompok keluarga, dan kadang-kadang dalam masyarakat secara keseluruhan.

Dalam konteks ini, perempuan memiliki peran sentral dan kekuasaan yang besar.

Dalam konferensi pers yang berlangsung di Epicentrum XXI pada Selasa (15/10/2024), Timo menyatakan bahwa film The Shadow Strays terinspirasi oleh dinamika sosial yang ada, khususnya terkait maskulinitas dan feminisme.

"Secara sederhana, saya ingin menceritakan dinamika antara seorang guru dan muridnya lewat sebuah cerita matriarki," ujar Timo.

Melalui film ini, Timo ingin menceritakan bagaimana dunia aksi yang keras dapat ditampilkan dari sudut pandang perempuan.

“Saya merasa film di Indonesia itu banyak banget cerita yang diambil dari perspektif maskulin. Saya rasa ada tantangan tersendiri ketika kita menceritakan sesuatu yang keras, tetapi dari POV (point of view) perempuan,” ucap Timo.

The Shadow Strays menghadirkan perspektif unik dalam film aksi dengan menjadikan perempuan sebagai tokoh sentral, yang selaras dengan tema matriarki.

Karakter utama 13 (diperankan oleh Aurora Ribero), adalah seorang pembunuh bayaran yang kuat dan tangguh, bergerak dalam dunia gelap yang didominasi laki-laki.

Baca Juga: Persiapan Fisik Pemain The Shadow Strays Untuk Hasil yang Memukau

 

Berdasarkan ulasan tim PARAPUAN yang sudah menyaksikan, salah satu adegan yang menarik adalah ketika seorang bos Yakuza menyatakan bahwa tidak akan ada ninja yang akan membunuh mereka.

Namun ternyata ninja yang datang adalah seorang perempuan.

Ninja itu adalah 13 dan Umbra, mereka berhasil menghabisi seluruh geng Yakuza, bahkan bos nya.

Adegan lain yang tak kalah menarik adalah saat 13 harus menghadapi puluhan mafia laki-laki seorang diri demi menemukan dan melindungi seorang anak bernama Monji.

Bahkan 13 pun mencoba melindungi teman lelakinya yang bernama Jeki untuk menyelamatkannya dari incaran para mafia.

Selain itu, pertarungan epik juga diperlihatkan antara 13 dan Umbra, dua perempuan yang notabennya guru dan murid.

Pertarungan keduanya memperlihatkan bahwa perempuan bisa menjadi karakter utama yang kuat, berjuang berdasarkan prinsip dan keyakinan mereka.

Keputusan sutradara Timo untuk menempatkan perempuan sebagai pusat dalam genre aksi merupakan langkah yang berani dan inovatif, terutama dalam dunia perfilman Indonesia yang seringkali dipenuhi dengan karakter laki-laki.

Baca Juga: Sinopsis Film The Shadow Strays, Aksi Misi Balas Dendam yang Penuh Ketegangan

The Shadow Strays berupaya mematahkan stereotip gender yang biasanya ada dalam film aksi, dan menyuguhkan perspektif baru yang lebih matriarkal.

Di mana perempuan tampil sebagai pemimpin, pelindung, dan petarung yang tak kalah hebat dari laki-laki.

Dalam dunia yang keras dan penuh bahaya, karakter utama perempuan menunjukkan kekuatan dan kepemimpinannya.

Melalui film ini, Timo ingin memperlihatkan bahwa perempuan juga bisa menjadi penguasa dalam situasi penuh tantangan.

Dalam sistem matriarki, kekuatan perempuan bukan hanya dalam peran domestik, tetapi juga dalam ranah sosial dan publik, bahkan di dunia kriminal seperti yang digambarkan dalam film ini.

Di tengah dominasi narasi maskulin, film ini menampilkan kekuatan, ketangguhan, dan kehadiran perempuan yang berani di layar lebar.

Bukan hanya sebagai pendamping atau korban, tetapi sebagai tokoh utama yang menggerakkan cerita.

(*)

Ken Devina

Penulis:
Editor: Citra Narada Putri


REKOMENDASI HARI INI

Ada Budi Pekerti, Ini 3 Film Indonesia Populer yang Bertema Guru