Parapuan.co - Dalam dunia kerja, generasi Z atau Gen Z rupanya bukan hanya memperhatikan upahnya saja.
Mereka juga mempertimbangkan keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan.
Hal tersebut di atas lebih dikenal dengan istilah work life balance.
Seorang pekerja yang menerapkan work life balance sering dikaitkan dengan kesadaran akan pentingnya kesehatan mental.
Erwin Parengkuan selaku Founder dan CEO TALKINC menjelaskan bahwa hal ini menjadi salah satu alasan mengapa pekerja Gen Z cenderung menunjukkan kepedulian yang lebih besar terhadap isu kesehatan mental dibanding generasi sebelumnya.
"Isu kesehatan mental besar sekali di kalangan Gen Z ini," ujar Erwin Parengkuan dilansir dari Kompas.com.
Erwin juga menambahkan bahwa hal ini juga tercermin dari meningkatnya keinginan pekerja Gen Z untuk mendapatkan konseling kejiwaan.
Lebih lanjut, Erwin mencontohkan pengalamannya ketika menjadi pembicara dan mederator untuk sebuah acara milik perusahaan di Amerika Serikat.
Pada acara tersebut, ia menemukan bahwa pertanyaan pertama yang muncul dari peserta adalah apakah mungkin jika kompensasi perusahaan diberikan untuk jasa konsultasi kesehatan mental karyawan.
"Pertanyaan pertama yang muncul adalah, 'bisa tidak kompensasi (dari perusahaan) saya termasuk jasa seorang psikiater?'," lanjutnya.
Baca Juga: 5 Keterampilan yang Perlu Dimiliki Gen Z agar Sukses di Dunia Kerja
Hal ternyata semakin membuktikan bahwa bagi para pekerja Gen Z, kesehatan mental menjadi aspek yang tak terpisahkan dari kesejahteraan dirinya.
Menjadi Langkah Perusahaan Memperhatikan Kesehatan Mental Karyawan
Pada akhirnya, fenomena ini mendorong banyak perusahaan besar untuk melakukan langkah khusus terkait kesehatan mental karyawan termasuk penyesuaian hari kerja.
Erwin mencontohkan bahwa beberapa perusahaan di Eropa menerapkan sistem kerja empat hari dalam seminggu.
Bukan lima atau bahkan enam hari dalam seminggu, seperti di Indonesia.
Sementara beberapa perusahaan global membentuk jabatan baru yakni Chief Happiness Officer atau penanggung jawab untuk peningkatan kebahagiaan dan kesejahteraan karyawan,
"Dan berbagai korporat besar lainnya menciptakan posisi ini untuk memikirkan bagaimana agar anak-anak tidak cepat burnout," pungkasnya.
Kawan Puan, demikian penjelasan terkait pentingnya kesehatan mental bagi para pekerja Gen Z.
Kalau menurut kamu bagaimana? Perlu kah posisi Chief Happiness Officer di perusahaan?
Yuk, berikan komentarmu lewat kolom di bawah ini, ya!
Baca Juga: Lingkungan Kerja Seperti Apa yang Nyaman untuk Gen Z? Yuk, Simak!
(*)