Ratu Woo berjuang keras memastikan takhta kerajaan aman setelah kematian mendadak sang raja, hingga membuat para pangeran dan lima suku saling berebut kekuasaan.
Dengan latar era Goguryeo dan anggaran produksi yang besar, mencapai 30 miliar KRW (sekitar 21,4 juta USD atau Rp339 miliar), Queen Woo menarik perhatian sebagai upaya pertama TVING dalam genre sejarah atau saeguk.
Karakter utama yang kuat dan mandiri, serta unsur budaya unik seperti adat perkawinan janda dengan saudara mendiang suaminya untuk melanjutkan garis keluarga, menjadi aspek yang diharapkan memikat penonton.
Kritik Tajam: Konten Dewasa dan Eksploitasi Visual
Meski harapan tinggi disematkan, Queen Woo langsung menuai kritik tajam segera setelah dirilis.
Drama berating 18+ ini dinilai terlalu vulgar, penuh dengan adegan sensual, dan penggunaan tubuh perempuan yang dinilai berlebihan.
Contohnya, terdapat adegan-adegan eksplisit dengan para dayang kerajaan yang digambarkan telanjang, serta adegan cinta sesama jenis antara tokoh pendeta Sabi (Oh Ha Ni) dan Usun (Jung Yoo Mi).
Banyak penonton merasa elemen-elemen tersebut justru mereduksi nilai cerita, membuat penggambaran karakter perempuan yang kuat malah tertutup oleh eksploitasi visual semata.
Kontroversi Distorsi Sejarah dan Kritik Terhadap Desain Kostum