Meski begitu, pemohon KPR dari sektor informal masih rendah dibanding sektor formal yang menyumbang 90,3 persen dari total permohonan.
Hal ini menandakan perlunya perhatian lebih untuk memberikan akses KPR kepada perempuan dari sektor informal, yang mungkin menghadapi lebih banyak kendala.
Tren ini tidak hanya mencerminkan keberanian dan kemandirian perempuan dalam keputusan finansial, tetapi juga memberikan sinyal positif bagi perkembangan sektor properti di Indonesia.
Lebih banyak perempuan yang memiliki rumah, peluang baru di sektor pembangunan, penjualan properti, hingga lapangan pekerjaan bagi perempuan akan muncul.
Hak atas perumahan yang layak merupakan hak mendasar bagi perempuan di bawah hukum hak asasi manusia internasional.
Dengan semakin banyaknya perempuan yang membeli rumah, harapan besar untuk masa depan sektor properti lebih inklusif pun semakin nyata.
Pemerintah dan lembaga keuangan diharapkan dapat terus memperkuat kebijakan untuk memudahkan akses bagi perempuan, terutama generasi milenial dalam mewujudkan impian memiliki rumah.
Bukan hanya untuk kepemilikan properti semata, tetapi juga mendukung pemberdayaan ekonomi perempuan dan kesetaraan gender di Indonesia.
Kawan Puan juga dapat semakin percaya diri dalam menentukan masa depan dan mewujudkan mimpi memiliki rumah yang menjadi simbol kemandirian.
kprBaca Juga: Sering Dibutuhkan untuk Pinjaman dan KPR, Apa Itu Rekening Koran?
(*)
Ken Devina