Parapuan.co - Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No. 13 Tahun 2019 mengatur tentang anak-anak yang berhadapan dengan hukum.
Anak Berhadapan dengan Hukum mencakup anak yang terlibat dalam konflik hukum, menjadi korban tindak pidana, atau berperan sebagai saksi tindak pidana.
Anak yang Berkonflik dengan Hukum, atau disebut juga Anak, adalah anak berusia antara 12 hingga 18 tahun yang diduga terlibat dalam tindak pidana.
Sementara itu, Anak Korban Tindak Pidana adalah anak di bawah usia 18 tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, atau kerugian ekonomi akibat tindak pidana.
Anak yang menjadi Saksi Tindak Pidana, atau disebut Anak Saksi, adalah anak di bawah usia 18 tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan persidangan perkara pidana berdasarkan apa yang didengar, dilihat, atau dialaminya.
Semua kategori ini merujuk pada anak-anak yang berhadapan dengan hukum dalam berbagai peran, baik sebagai pelaku, korban, maupun saksi.
Peraturan ini dibuat untuk melindungi hak-hak anak dalam situasi hukum dan memastikan penanganan yang tepat.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, menyampaikan bahwa Kemen PPPA terus berupaya mengoptimalkan perlindungan anak di Indonesia dengan mendorong keterlibatan lintas sektor.
Ia mengajak lembaga, pemerintah daerah, dan pihak terkait untuk bersama-sama menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan mental dan fisik anak, dengan selalu mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak.
Baca Juga: KemenPPPA: Keterwakilan Perempuan di Parlemen Bukan Sebatas Penuhi Kuota 30 Persen
Menteri PPPA menegaskan bahwa anak-anak, meski terjerat masalah hukum atau menjadi korban kekerasan, tetap memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri dan mencapai masa depan yang lebih baik.
Pemerintah berkomitmen penuh dalam mendukung hak-hak anak, baik yang berhadapan dengan hukum sebagai korban maupun pelaku, serta memastikan mereka mendapat pembinaan, pendidikan, dan perlindungan yang memadai.
Dalam kesempatan kunjungan kerja di Jawa Timur, Menteri PPPA bersama Pjs Walikota Surabaya Restu Novi Widiani, meninjau beberapa fasilitas perlindungan anak, yaitu Rumah Aman Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH), Rumah Aman Anak Perempuan Korban Kekerasan di Surabaya, dan UPT Perlindungan dan Pelayanan Sosial Asuhan Balita (PPSAB) di Sidoarjo.
Menteri PPPA menjelaskan bahwa kunjungan ini bertujuan untuk memastikan bahwa hak-hak dan perlindungan anak-anak di fasilitas tersebut terpenuhi dengan baik dan mengutamakan kepentingan terbaik bagi mereka.
Selama kunjungan, Menteri PPPA menyempatkan berbincang dengan anak-anak di shelter ABH dan rumah aman untuk anak perempuan korban kekerasan.
Menurutnya, perhatian yang khusus dari pemerintah daerah dalam melindungi dan memenuhi hak-hak anak sangat penting.
Anak-anak, sebagai generasi masa depan bangsa, membutuhkan dukungan maksimal agar dapat tumbuh optimal, baik fisik, emosional, maupun sosial, dan bebas dari kekerasan atau konflik dengan hukum.
Menteri PPPA juga mengapresiasi Pemkot Surabaya dan Pemprov Jawa Timur atas komitmen dalam pencegahan serta penanganan masalah anak melalui penyediaan shelter sesuai kebutuhan. (*)
Baca Juga: Tiga Program Menteri PPPA dalam Upaya Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak