Baca Juga: Peran UU TPKS Tangani Kekerasan terhadap Perempuan yang Seperti Fenomena Gunung Es
3. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan)
Komnas Perempuan menjadi institusi utama yang mengadvokasi penghapusan kekerasan terhadap perempuan, menyediakan rekomendasi kebijakan, dan memantau pelaksanaan undang-undang.
Laporan tahunan Komnas Perempuan menjadi rujukan penting untuk melihat tren kekerasan terhadap perempuan.
Komnas Perempuan menjalankan perannya dengan berlandaskan sejumlah kebijakan/aturan berikut:
- Undang-Undang No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW).
- Undang-Undang No. 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam atau tidak Manusiawi (CAT).
- Deklarasi Internasional tentang Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, serta kebijakan-kebijakan lainnya tentang hak asasi manusia.
4. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA)
Untuk pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, termasuk dalam pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan, pemerintah memiliki KemenPPPA.
Baca Juga: Pengaduan Pelecehan Seksual dan 6 Jenis Layanan SAPA 129 KemenPPPA
Melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, pemerintah terus mendorong edukasi dan kampanye untuk meningkatkan kesadaran publik mengenai kekerasan terhadap perempuan.
KemenPPPA kerap berkolaborasi dengan masyarakat, media, dan organisasi internasional untuk mencegah kekerasan berbasis gender.
Untuk bantuan terkait perlindungan perempuan dan anak secara sigap dan cepat, KemenPPPA memiliki hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) di 129 atau Whatsapp 08-111-129-129.
5. Program Perlindungan Sosial dan Rumah Aman
Seiring dengan masifnya kampanye anti kekerasan terhadap perempuan di berbagai daerah, banyak organisasi nonpemerintah yang juga bisa dimanfaatkan.
Organisasi tersebut sering kali menyediakan bantuan hukum, konseling, dan pelatihan keterampilan untuk membantu korban memulihkan diri.
Tantangan yang Masih Ada
Kendati kebijakan yang ada cukup progresif, pelaksanaannya di lapangan sering kali menemui kendala, seperti minimnya pemahaman aparat penegak hukum, stigma terhadap korban, dan keterbatasan akses ke layanan di daerah terpencil.
Penanganan kekerasan berbasis online masih memerlukan aturan yang lebih spesifik meskipun sudah mulai disoroti dalam UU TPKS.
Pemerintah diharapkan terus memperkuat implementasi kebijakan melalui pelatihan bagi penegak hukum, peningkatan akses ke layanan korban, serta pemberdayaan perempuan agar dapat mandiri secara ekonomi dan sosial.
Kolaborasi yang lebih erat antara pemerintah, masyarakat sipil, dan media juga diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi perempuan di Indonesia.
Baca Juga: Kekerasan Anak dan Pentingnya Dukungan Psikososial Cerdas Berinternet
(*)