Perempuan Lebih Banyak Mengajukan Cerai Dibandingkan Laki-Laki, Kenapa?

Arintha Widya - Selasa, 19 November 2024
BPS catat perempuan lebih banyak mengajukan cerai dibandingkan laki-laki, ini alasannya.
BPS catat perempuan lebih banyak mengajukan cerai dibandingkan laki-laki, ini alasannya. bymuratdeniz

Parapuan.co - Kawan Puan, tahukah kamu kalau perempuan lebih banyak mengajukan cerai dibandingkan dengan laki-laki?

Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022 seperti dilansir dari Kompas.com menunjukkan bahwa pada 2022, angka perceraian mencapai 516.344 kasus.

Jumlah tersebut naik 15,31 persen dibanding tahun sebelumnya yang berjumlah 447.743 kasus.

Dari jumlah itu, mayoritas perceraian merupakan cerai gugat, yaitu gugatan cerai yang diajukan oleh pihak istri, dengan jumlah 388.358 kasus atau 75,21 persen dari total perceraian.

Sisanya, sebanyak 127.986 kasus (24,78 persen), merupakan cerai talak yang diajukan oleh pihak suami.

Rupanya, fenomena lebih banyaknya gugatan cerai dari pihak perempuan (istri) bukan hanya terjadi di Indonesia.

Di berbagai negara, termasuk Amerika Serikat, perempuan juga lebih banyak mengajukan cerai dibandingkan laki-laki.

Para ahli menyebutkan beberapa faktor yang dapat menjelaskan tren ini, baik dari sudut pandang sosiologi, psikologi evolusioner, maupun budaya.

Apa saja yang melatarbelakangi perempuan mengajukan cerai gugat terhadap pasangan? Simak informasinya seperti mengutip Your Tango di bawah ini!

Baca Juga: Mengenal Hak-Hak Perempuan Pasca Cerai, Kimberly Ryder Cuma Minta Nafkah Rp5.000

1. Perubahan Harapan dalam Pernikahan

Menurut Michael Rosenfeld, profesor sosiologi di Stanford University, perempuan lebih cenderung mengajukan cerai karena merasa tidak puas dengan peran tradisional dalam pernikahan.

Perubahan peran perempuan di masyarakat yang semakin setara ternyata belum sepenuhnya diikuti dengan perubahan dalam pembagian tugas di dalam rumah tangga.

Banyak istri masih diharapkan untuk menangani sebagian besar pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak, bahkan ketika mereka juga bekerja di luar rumah.

Meskipun perempuan telah mencapai kemajuan signifikan dalam bidang pendidikan dan pekerjaan, ekspektasi tradisional dalam pernikahan sering kali menjadi sumber ketidakpuasan.

2. Kesadaran Akan Hak dan Kemandirian Perempuan

Peningkatan pendidikan dan akses informasi membuat perempuan semakin sadar akan hak-haknya dalam hubungan.

Perempuan yang merasa diperlakukan tidak adil, mengalami kekerasan, atau tidak mendapatkan dukungan emosional lebih mungkin untuk mengajukan cerai.

Hal ini menunjukkan bahwa kemandirian finansial dan emosional perempuan dapat menjadi faktor pendorong dalam mengambil keputusan ini.

Baca Juga: Ini 3 Indikator yang Menandakan Perempuan Mandiri Finansial, Apa Kamu Sudah Mencapainya?

3. Perspektif Psikologi Evolusioner

Psikologi evolusioner menawarkan penjelasan lain tentang fenomena tentang perempuan lebih banyak mengajukan cerai dibandingkan laki-laki.

Secara evolusi, perempuan mungkin lebih sensitif terhadap ketidakpuasan dalam hubungan pernikahan karena kebutuhan untuk memastikan lingkungan yang stabil bagi anak-anak mereka.

Ketika hubungan tidak memenuhi kebutuhan tersebut, perempuan lebih cenderung untuk mengakhirinya.

4. Ekspektasi dan Kepuasan dalam Hubungan

Rosenfeld juga menemukan bahwa perempuan dan laki-laki memiliki pendekatan berbeda terhadap pernikahan.

Perempuan cenderung memiliki harapan lebih tinggi terhadap kualitas hubungan, termasuk komunikasi dan dukungan emosional.

Ketika harapan ini tidak terpenuhi, mereka lebih mungkin merasa frustrasi dan memilih untuk mengakhiri pernikahan.

5. Dampak Patriarki dalam Pernikahan Tradisional

Baca Juga: Konflik Menantu Perempuan dan Ibu Mertua, Kalis Mardiasih Sebut Ini Akar Masalahnya

Dalam pernikahan yang didasarkan pada norma patriarki, perempuan sering kali merasa terjebak dalam peran yang membatasi kebebasan mereka.

Hal ini dapat menciptakan perasaan tertekan dan mendorong perempuan untuk mencari kebebasan melalui perceraian.

Ketidakpuasan ini tidak hanya bersifat emosional, tetapi juga mencakup aspek struktural dalam pernikahan yang tidak mendukung kesetaraan gender.

Meningkatnya angka perceraian yang diajukan oleh perempuan menunjukkan adanya dinamika yang kompleks dalam pernikahan modern.

Faktor-faktor seperti perubahan peran sosial, ekspektasi dalam hubungan, dan ketidaksetaraan gender berkontribusi pada tren ini.

Untuk mengurangi angka perceraian, penting bagi pasangan untuk membangun hubungan yang lebih setara dan mendukung, baik secara emosional maupun struktural.

Selain itu, masyarakat perlu terus mendorong perubahan budaya yang mendukung kesetaraan gender dalam kehidupan rumah tangga dan pernikahan.

Itulah tadi beberapa alasan yang membuat perempuan lebih banyak mengajukan perceraian dibandingkan dengan laki-laki.

Baca Juga: Gugatan Cerai Bisa Ditolak Hakim Jika Tidak Memenuhi Syarat Berikut

(*)

Sumber: Kompas.com,Your Tango
Penulis:
Editor: Arintha Widya


REKOMENDASI HARI INI

Raffi Ahmad VS Melody JKT48, Benarkah Popularitas Cukup untuk Dorong Regenerasi Petani?