Baca Juga: 5 Video YouTube Terpopuler di Indonesia Tahun 2021, Banyak Konten Mukbang
Namun, acara-acara ini lebih fokus pada wawancara dan promosi dibandingkan konsumsi makanan besar-besaran.
Di sisi lain, kontroversi tak dapat dihindari. Mukbang sering dikritik karena mempromosikan pola makan tidak sehat.
Shelby Becker, seorang ahli gizi, menyatakan, "Video ini mempromosikan konsumsi makanan yang sering kali jauh lebih banyak dari yang dibutuhkan tubuh untuk nutrisi."
Kasus tragis seperti kematian Pan Xiaoting, seorang mukbanger asal Tiongkok yang meninggal akibat robekan lambung selama siaran 10 jam, menyoroti bahaya kesehatan yang terkait dengan tren ini.
Selain itu, beberapa komunitas penonton memiliki minat yang lebih kontroversial, seperti "feeders" yang menikmati melihat seseorang makan dalam jumlah besar untuk tujuan fetish.
Magdalene J. Taylor, seorang kritikus budaya, menyebut fenomena ini sebagai "fetish yang kontroversial karena dapat merugikan kesehatan individu yang menjadi feedee."
Kembali ke Akar Mukbang
Meski mukbang telah mengalami banyak perubahan, nilai utama yang ditawarkan masih relevan: menciptakan pengalaman bersama di dunia yang semakin terisolasi.
Mukbang kini menjadi lebih dari sekadar tren. Ini adalah cerminan bagaimana budaya digital memengaruhi cara kita makan, berinteraksi, dan bahkan memandang makanan sebagai bagian dari kehidupan.
Namun, di balik popularitasnya, penting bagi pembuat konten dan penonton untuk tetap memperhatikan aspek kesehatan dan etika dalam menyajikan serta mengonsumsi makanan.
Baca Juga: YouTuber Tzuyang Tetap Langsing Meski Makan Banyak saat Mukbang, Dokter Ungkap Kondisi Ini
(*)