Parapuan.co - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak uji formil terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menuai respons beragam.
Salah satunya dari Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) yang menilai bahwa UU tersebut masih belum mampu memberikan pelindungan yang memadai terhadap pekerja, khususnya perempuan di sektor informal.
Hal tersebut terungkap dalam sebuah siaran pers yang dikutip PARAPUAN dari situs resmi Komnas Perempuan, Senin (2/12/2024).
Kemajuan Terbatas dalam Klaster Ketenagakerjaan
Dalam Putusan No. 168/PUU-XXI/2023, MK memisahkan klaster ketenagakerjaan dari UU Cipta Kerja dan memandatkan pembentukan undang-undang baru untuk ketenagakerjaan.
Langkah ini dianggap sebagai peluang untuk mengatur ulang hak-hak dasar pekerja, seperti pengupahan yang layak, mekanisme pemutusan hubungan kerja (PHK) yang adil, dan pembentukan dewan pengupahan.
Namun, di balik keputusan ini, Komnas Perempuan menyoroti sejumlah kekurangan dalam UU Cipta Kerja, terutama dalam pelindungan pekerja perempuan.
Tidak ada langkah konkret untuk mengatasi masalah seperti jam kerja panjang, fleksibilitas upah yang menurunkan standar hidup layak, diskriminasi terhadap pekerja disabilitas, dan kekurangan pelindungan bagi pekerja migran.
Pekerja Perempuan di Sektor Informal Masih Terpinggirkan
Baca Juga: Masih Banyak Perempuan Karier Tidak Nyaman Meminta Kenaikan Gaji, Ini Alasannya