Baca Juga: Pentingnya Pemberdayaan Perempuan untuk Mencegah Pemaksaan Perkawinan
3. Ketakutan terhadap Perceraian
Banyak dari mereka, termasuk penulis, yang tumbuh dalam keluarga dengan pengalaman perceraian.
Trauma masa kecil ini memengaruhi cara dua generasi ini memandang pernikahan, sehingga lebih berhati-hati dan bahkan takut untuk menikah.
4. Tekanan Sosial yang Berubah
Jika dulu menikah muda adalah norma, kini tekanan sosial untuk menikah di usia tertentu semakin berkurang.
Kebebasan memilih waktu dan pasangan menjadi nilai yang lebih dihargai oleh generasi muda.
Apa yang Milenial dan Gen Z Harapkan dari Pernikahan?
1. Kemitraan yang Setara
Milenial dan Gen Z menginginkan hubungan yang setara. Bahwasanya peran dalam rumah tangga adalah tanggung jawab bersama, bukan didasarkan pada gender tertentu.
Baca Juga: Fenomena Pasutri Cerai karena Beda Pilihan Politik, Jangan-Jangan Hubunganlah yang Rapuh
Mereka cenderung tidak menyukai peran tradisional yang terlalu mengikat, seperti istri harus mengurus rumah tangga atau suami menjadi pencari nafkah utama.
2. Hubungan yang Otentik dan Emosional
Pernikahan bagi milenial dan Gen Z adalah tentang saling memahami dan mendukung.
Mereka menginginkan pasangan yang bisa menjadi teman hidup sekaligus mitra yang menghormati batasan dan nilai-nilai pribadi.
3. Kebebasan dalam Hubungan
Pernikahan bukan berarti kehilangan identitas atau kebebasan. Seperti penulis, yang setelah menikah masih mendapatkan kebebasan untuk berkarier.
Generasi muda ingin menjaga kemandirian mereka, baik dalam karier, hobi, maupun pergaulan, meskipun sudah menikah.
Kurang lebih, itulah perspektif milenial dan Gen Z sebagai generasi yang banyak saling bersinggungan di lingkungan kerja maupun sosial, dalam memandang pernikahan.
Baca Juga: Perempuan Punya Banyak Alasan untuk Takut Menikah, Tapi Patriarki Jadi Pendorongnya
(*)