Parapuan.co - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menekankan pentingnya peran media dalam pencegahan kekerasan berbasis gender (KBG).
Hal ini disampaikan dalam acara Media Gathering yang diadakan di Serang, Banten, pada 19 November 2024 lalu.
Kegiatan tersebut menjadi bagian dari rangkaian peringatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKTP) yang berlangsung dari 25 November hingga 10 Desember 2024.
Acara ini bertujuan untuk mendorong media agar lebih aktif dalam menyosialisasikan isu KBG, memberikan edukasi kepada masyarakat, dan membantu korban memahami hak serta akses melaporkan kasusnya.
Berikut ini pernyataan lengkap yang dikutip dari laman resmi Komnas Perempuan, yang mendorong peran aktif media untuk membantu mengedukasi masyarakat terkait isu kekerasan berbasis gender terhadap perempuan!
Data Kekerasan Berbasis Gender: Tantangan yang Belum Teratasi
Komisioner Komnas Perempuan, Bahrul Fuad, mengungkapkan bahwa laporan Catatan Tahunan (CATAHU) 2023 mencatat 289.111 kasus KBG terhadap perempuan di Indonesia.
Sebagian besar kasus (98,5 persen) berupa kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan kekerasan seksual, sementara pengaduan langsung ke Komnas Perempuan mencapai 3.303 kasus.
Meskipun telah ada Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) dan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan masih belum menunjukkan kemajuan signifikan.
Baca Juga: Peran Parlemen dalam Upaya Penghapusan Kekerasan Berbasis Gender terhadap Perempuan
"Banyak perempuan yang tidak menyadari bahwa mereka adalah korban kekerasan berbasis gender dan tidak tahu bagaimana cara melaporkannya," ujar Bahrul.
Ia menambahkan, media memiliki peran penting dalam memutus rantai kekerasan ini dengan meningkatkan pemahaman publik tentang bentuk-bentuk kekerasan, cara melaporkan kasus, dan akses terhadap layanan bantuan.
Tantangan Media dalam Meliput Kekerasan Berbasis Gender
Komnas Perempuan juga mengkritisi praktik pemberitaan media yang sering mengeksploitasi korban.
Bahrul menyebutkan bahwa media kerap kali lebih fokus pada kronologi kejadian atau detail yang tidak relevan, sementara pelaku tidak cukup diekspos.
"Berita yang ramah gender harus memperhatikan perspektif korban dan menghindari victim blaming," terang Bahrul.
"Misalnya, menyalahkan pakaian korban dalam kasus kekerasan seksual. Media perlu menghasilkan pemberitaan yang substantif dan mendukung korban," tegasnya.
Rizqoh, dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta Biro Banten, mengungkapkan bahwa masih banyak media di Banten menggunakan bahasa yang seksis atau kurang sensitif terhadap korban.
Ia menyoroti minimnya kapasitas pelatihan bagi jurnalis lokal untuk menghasilkan pemberitaan dengan perspektif gender yang benar.
Baca Juga: Pentingnya Pendanaan Organisasi Perempuan untuk Atasi Kekerasan Berbasis Gender
"Frasa seperti 'cantik' sering digunakan oleh media dalam memberitakan korban. Fokus seperti ini justru mengalihkan perhatian dari isu utama dan dapat memicu victim blaming," ungkap Rizqoh.
Pihaknya juga berharap Komnas Perempuan dapat membantu meningkatkan kapasitas jurnalis, khususnya di wilayah Banten dan diharapkan dilakukan jurnalis seluruh Indonesia.
Kolaborasi untuk Memberantas Kekerasan Berbasis Gender
Selain pentingnya penguatan kapasitas media, kolaborasi antara media, pemerintah, dan organisasi masyarakat sipil juga dinilai sangat vital.
Rasyid dari Banten News dan Yusuf dari Radar Banten menyampaikan bahwa banyak korban KBG masih kesulitan melapor karena minimnya pemahaman dan dukungan, bahkan sering menjadi korban kriminalisasi dalam proses hukum.
Komnas Perempuan berharap media dapat memanfaatkan pengaruhnya untuk meningkatkan kesadaran publik tentang pentingnya pencegahan KBG.
Dengan pemberitaan yang lebih sensitif dan edukatif, media diharapkan dapat menjadi mitra strategis dalam memberantas kekerasan berbasis gender dan menciptakan masyarakat yang lebih peduli terhadap perlindungan perempuan.
Melalui sinergi berbagai pihak, diharapkan pemberitaan media dapat mendukung perubahan sosial dan menjadi langkah konkret dalam mencegah kekerasan terhadap perempuan.
Baca Juga: Promotif dan Preventif, Ini Peran Media dalam Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan
(*)