Parapuan.co - Sebuah studi oleh Health Collaborative Center (HCC), Fokus Kesehatan Indonesia (FKI), dan Yayasan BUMN menemukan bahwa anak perempuan berisiko 2,5 kali lebih tinggi mengalami gangguan kesehatan jiwa di sekolah dibandingkan anak laki-laki.
Penelitian yang melibatkan 741 pelajar dan 97 guru di tiga sekolah Jakarta ini menyoroti pentingnya perhatian terhadap kesehatan jiwa anak perempuan, yang terpengaruh oleh tekanan sosial dan akademik.
Melansir dari Kompas.com, dr. Ray Wagiu Basrowi seorang ahli kesehatan jiwa yang terlibat langsung dalam penelitian tersebut, menekankan perlunya lebih banyak akses bagi pelajar perempuan untuk beraktivitas fisik guna mengurangi stres dan kecemasan mereka.
Menurutnya, ada dua faktor utama yang menjadi penyebab utama peningkatan risiko gangguan kesehatan jiwa pada anak perempuan, terutama saat mereka berada di sekolah.
"Secara teori, gangguan kesehatan jiwa pada anak perempuan dapat dipengaruhi oleh perubahan hormonal yang terjadi pada masa remaja, atau yang dikenal dengan istilah late adolescence atau masa remaja akhir," ungkapnya, melansir dari kompas.com, dalam acara Media Briefing Kesehatan Jiwa di Restoran Beautika, Jakarta Selatan, pada Selasa (17/12/2024).
Pada masa remaja akhir ini, siklus menstruasi mulai muncul dan perubahan hormon yang berkaitan dengan menstruasi dapat mempengaruhi kondisi fisik dan emosional anak perempuan.
Ketika ada ketidakseimbangan hormon, terutama saat menjelang menstruasi, risiko gangguan kesehatan jiwa bisa meningkat drastis.
"Ketika ada potensi hormonal imbalance, risiko gangguan kesehatan jiwa bisa berlipat-lipat kali dan masa remaja adalah periode yang sangat sensitif terhadap perubahan emosional dan fisik," ujar Dr. Ray.
Baca Juga: Perempuan Perlu Rutin Cek Kesehatan Jiwa, Ini Cara Mudah untuk Mendeteksi Dini
Lingkungan Sekolah sebagai Pemicu Stres
Selain faktor hormonal, Dr. Ray juga menjelaskan bahwa tekanan yang dirasakan di lingkungan sekolah menjadi faktor kedua yang memperburuk kesehatan jiwa anak perempuan.
Menurutnya, anak perempuan lebih berisiko mengalami gangguan kesehatan jiwa yang lebih nyata dan langsung terlihat ketika berada di sekolah.
Tekanan sosial, akademik, serta tantangan pribadi yang dihadapi di sekolah sering kali memperburuk kondisi mental mereka.
"Sayangnya, gangguan kesehatan jiwa ini sering kali ditangkap langsung di sekolah, ketika berada di lingkungan tersebut, tekanan bisa semakin besar, terlebih pada anak perempuan yang lebih sering merasa terbebani dengan tuntutan sosial atau akademik," jelas Dr. Ray.
Dalam banyak kasus, anak perempuan di sekolah sering merasa kurang diperhatikan dan lebih banyak menghadapi tantangan emosional dibandingkan dengan anak laki-laki.
Kurangnya Aktivitas Fisik dan Pengaruhnya pada Kesehatan Jiwa
Dr. Ray juga menambahkan bahwa kurangnya aktivitas fisik di kalangan anak perempuan menjadi faktor penting lainnya yang mempengaruhi kesehatan jiwa mereka.
Aktivitas fisik seperti olahraga dikenal dapat mengurangi tingkat stres, kecemasan, dan depresi.
Baca Juga: Terapi Mental yang Efektif, Ekspresikan Emosi Melalui Melukis
Namun, di banyak sekolah, fasilitas olahraga sering kali didominasi oleh pelajar laki-laki, sementara anak perempuan lebih sering memilih untuk menghabiskan waktu di kantin atau di luar lapangan olahraga.
"Di sekolah-sekolah, ruang atau lapangan olahraga lebih banyak didominasi oleh pelajar laki-laki, sementara pelajar perempuan sering kali memilih untuk beraktivitas di luar lapangan, seperti berkumpul di kantin," ujar Dr. Ray.
Penelitian ini menunjukkan bahwa ketika anak perempuan tidak diberi ruang atau kesempatan yang cukup untuk berolahraga, risiko gangguan kesehatan jiwa mereka dapat meningkat.
(*)
Ken Devina