Kekerasan ini tidak hanya terjadi dalam bentuk fisik, tetapi juga dalam bentuk intimidasi, ancaman, dan penghinaan yang seringkali berasal dari pihak-pihak yang merasa terancam oleh keberadaan perempuan dalam politik.
Selain itu, bias sosial yang melekat dalam budaya politik di banyak negara juga memperburuk situasi, membuat perempuan lebih sulit untuk diterima dan dihargai dalam dunia politik yang didominasi oleh laki-laki.
Langkah-Langkah untuk Mewujudkan Kepemimpinan Perempuan yang Setara
Untuk mewujudkan kepemimpinan perempuan yang penuh dan setara, negara-negara di seluruh dunia perlu mengambil langkah-langkah berani.
Salah satu langkah pertama yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan dan menegakkan kuota gender, yang terbukti dapat meningkatkan keterwakilan perempuan di parlemen dan posisi-posisi kepemimpinan.
Selain itu, negara-negara harus bekerja untuk menangani bias sosial dan kekerasan terhadap perempuan dalam politik, serta mengadopsi reformasi hukum yang mendukung kesetaraan gender.
Investasi dalam gerakan feminis dan pembangunan koalisi juga merupakan langkah penting untuk menciptakan lingkungan politik yang lebih inklusif.
Tanpa dukungan dan komitmen dari berbagai pihak, perubahan yang berarti dalam keterwakilan perempuan di kepemimpinan politik akan sulit terwujud.
Menuju Masa Depan yang Lebih Adil
Baca Juga: Ini 6 Cara Mengimbangi Gaya Kepemimpinan Alpha Female di Kantor
Pencapaian kepemimpinan perempuan yang setara tidak akan terjadi tanpa tindakan tegas, sumber daya, dan komitmen kolektif dari negara-negara di seluruh dunia.
Deklarasi dan Platform Aksi Beijing yang akan memasuki usia 30 tahun pada tahun 2025 menjadi momentum penting untuk memastikan bahwa negara-negara anggota berinvestasi lebih banyak dalam kepemimpinan perempuan.
Kesetaraan gender dalam kepemimpinan politik adalah sebuah perjalanan panjang yang membutuhkan kerja keras dan ketekunan.
Namun, dengan langkah-langkah konkret dan komitmen bersama, masa depan yang lebih inklusif dan adil bagi perempuan dalam politik bukanlah impian yang mustahil.
(*)
Ken Devina