Bawaslu Inisiasi Revisi UU Pemilu Demi Kuota 30% Perempuan Benar-Benar Terealisasi

Tim Parapuan - Selasa, 24 Desember 2024
Isu perempuan di debat capres pertama Pemilu 2024
Isu perempuan di debat capres pertama Pemilu 2024 Rifka Hayati

Parapuan.co - Revisi Undang-Undang Pemilu kini menjadi sorotan penting dalam mewujudkan keterwakilan perempuan yang lebih inklusif dan bermakna.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengajukan usulan perubahan terhadap Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Pilkada, guna memastikan kuota keterwakilan perempuan minimal 30 persen benar-benar terealisasi.

Melansir dari Kompas.com, anggota Bawaslu, Lolly Suhenty, menegaskan bahwa perubahan mendasar harus dilakukan pada frasa dalam UU yang mengatur kuota keterwakilan perempuan.

Pasal 92 ayat (11) dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu saat ini menggunakan kata “memperhatikan” dalam mengatur keterwakilan perempuan minimal 30 persen.

Menurutnya, kata “memperhatikan” masih membuka celah bagi tidak terpenuhinya keterwakilan perempuan secara substansial.

Lolly mendorong agar kata tersebut diubah menjadi “mewujudkan”.

“Pemenuhan kuota minimal 30 persen perempuan penyelenggara pemilu harus dimulai dari proses tim seleksi, rekrutmen, hingga hasil akhir penyelenggara yang terpilih, baik di tingkat pusat maupun daerah ad hoc,” ujar Lolly, melansir dari kompas.com, saat menghadiri acara di Badung, Bali, Minggu (22/12/2024).

Pentingnya revisi UU Pemilu ini didasari oleh fakta bahwa suara perempuan dalam penyelenggaraan pemilihan umum sering kali tidak mendapat perhatian yang cukup.

Dalam Konsolidasi Nasional Perempuan Pengawas Pemilu bertajuk “Perempuan Berdaya Mengawasi”, Bawaslu menyampaikan sejumlah rekomendasi, termasuk penguatan frasa dalam ketentuan kuota keterwakilan perempuan.

Baca Juga: Catat Sejarah, Annisa-Leli Pasangan Pemimpin Daerah Perempuan Pertama di Sumatera Barat

 

Revisi ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan angka keterwakilan, tetapi juga menciptakan lingkungan kerja yang lebih ramah bagi perempuan penyelenggara pemilu.

Lolly menjelaskan bahwa pemenuhan kebutuhan dasar seperti cuti hamil dan menyusui, terutama selama tahapan-tahapan pemilu, harus diatur secara jelas dalam revisi UU.

Mendorong Inklusi dan Mengapus Stereotip Gender

Selain memastikan kuota 30 persen, revisi UU Pemilu diharapkan mampu menghapus stereotip gender yang selama ini menjadi penghalang keterlibatan perempuan dalam politik.

Lingkungan kerja yang ramah anak dan perempuan juga menjadi salah satu poin penting yang didorong oleh Bawaslu.

“Kami ingin revisi ini tidak hanya mencerminkan inklusivitas, tetapi juga demokrasi yang lebih luas," katanya.

"Catatan reflektif dari Bawaslu akan kami sampaikan melalui rapat pleno dan kemudian dibahas lebih lanjut di Badan Legislasi serta Komisi II DPR,” tambah Lolly.

Kawan Puan, langkah ini merupakan bagian dari upaya panjang untuk menciptakan sistem demokrasi yang lebih adil dan setara.

Baca Juga: Kacamata Tepat Dalam Memahami Perempuan untuk Pemberdayaan Perempuan

Revisi Undang-Undang Pemilu dan Pilkada diharapkan tidak hanya menguntungkan perempuan, tetapi juga seluruh masyarakat yang menginginkan pemilu yang benar-benar inklusif.

Dengan mendorong perubahan ini, Bawaslu menunjukkan komitmennya dalam memperjuangkan hak perempuan.

(*)

Ken Devina

Sumber: Kompas.com
Penulis:
Editor: Citra Narada Putri


REKOMENDASI HARI INI

Bawaslu Inisiasi Revisi UU Pemilu Demi Kuota 30% Perempuan Benar-Benar Terealisasi