Juga, UU PKDRT menjadi simpul gerakan sosial yang ditandai dengan dukungan dari beragam sektor dan pihak dalam advokasinya.
"Karena itu, kemajuan-kemajuan dalam penanganan kasus serta upaya pencegahan KDRT perlu terus kita teguhkan sebagai agenda bersama gerakan sosial untuk Indonesia yang aman, adil dan bermartabat," lanjut Andy
Hasil kajian CATAHU dari 2001 hingga 2023 memperlihatkan sekurangnya terdapat 582.780 laporan kekerasan di ranah personal sejak UU ini disahkan.
Termasuk diantaranya sebanyak 94 persen atau 491.067 kasus adalah kekerasan terhadap Istri (KTI) dan 3,56 persen atau 18.577 kasus kekerasan terhadap anak perempuan.
Sementara itu, dari 3.709 kasus KTI yang dilaporkan langsung ke Komnas Perempuan dari tahun 2019 hingga 2023, sebanyak 50 persen adalah KDRT psikologis, 31 persen kekerasan fisik, 16 persen penelantaran dan kekerasan ekonomi lainnya, dan 3 persen kekerasan seksual.
Dari jumlah tersebut, 222 kasus berkaitan dengan perebutan anak dan 309 kasus merupakan KDRT yang masih berlanjut meski pasangan telah bercerai.
Temuan ini menunjukkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga tidak selalu berakhir dengan putusnya ikatan perkawinan.
Pola kekerasan yang terungkap dalam kajian ini menampilkan spektrum yang luas selain kekerasan fisik, psikis, seksual dan ekonomi.
Pola-pola ini sering kali berkelindan dengan bentuk kekerasan lainnya, menciptakan jerat yang sulit diputus oleh para korban.