Parapuan.co - Kawan Puan, kita tentu sering mendengar komentar seperti, "Kamu semakin kurus ya, bagus!" atau "Pasti diet ketat, ya?".
Meski terdengar seperti pujian, ternyata komentar tersebut bisa berbahaya, terutama jika diterima oleh mereka yang sedang berjuang dengan gangguan makan.
Perlu diingat bahwa kurus bukanlah ukuran kecantikan atau kesehatan yang tepat.
Justru, ada banyak faktor di balik penurunan berat badan yang tidak bisa disederhanakan hanya dengan 'diet' atau 'rajin olahraga'.
Dalam beberapa kasus, tubuh yang tampak kurus bisa menjadi tanda adanya gangguan makan serius.
Gangguan Makan yang Tersembunyi
Melansir dari psychiatry.org, gangguan makan mempengaruhi jutaan orang, terutama perempuan berusia 12 hingga 35 tahun.
Secara keseluruhan, gangguan makan mempengaruhi sekitar 5 persen populasi, dengan kebanyakan kasus berkembang pada masa remaja hingga dewasa muda.
Seringkali, orang menganggap bahwa penampilan kurus mencerminkan gaya hidup sehat atau pola makan yang terkendali.
Baca Juga: Tingkatkan Percaya Diri, Ini Tips Fashion untuk Perempuan Bertubuh Kurus
Padahal kenyataannya, penurunan berat badan yang drastis dan tidak sehat sering kali disebabkan oleh gangguan makan
Melansir dari psychologytoday.com, gagasan bahwa "kurus itu lebih baik" bukanlah kebenaran universal, itu adalah cita-cita yang dibangun secara sosial dan telah berkembang seiring waktu.
Masyarakat telah menciptakan hierarki palsu yang menempatkan tubuh kurus di posisi teratas, mempromosikan gagasan merugikan bahwa harga diri atau kesehatan seseorang dapat diukur dari ukurannya.
Memberikan pujian tentang penampilan seseorang tampak lebih kurus bisa memperburuk kondisi psikologis mereka, terutama bagi mereka yang menderita gangguan makan.
Pujian seperti "Kamu terlihat kurus sekali, pasti lagi diet ya?" bisa memperkuat obsesi mereka terhadap penurunan berat badan.
Ini bisa memperburuk perasaan mereka tentang tubuh dan mengarah pada perilaku makan yang semakin tidak sehat.
Bagi orang yang sedang berjuang dengan gangguan makan, tubuh mereka bisa menjadi pusat perhatian utama dalam kehidupan mereka.
Mereka mungkin merasa bahwa penampilan kurus adalah satu-satunya cara untuk diterima oleh orang lain atau merasa bahwa mereka lebih bernilai jika tubuh terlihat ideal menurut standar sosial.
Baca Juga: 4 Potongan Rambut untuk Perempuan Bertubuh Kurus agar Lebih Berisi
Ketika pujian tentang tubuh kurus datang, itu bisa memperkuat pandangan negatif mereka tentang tubuh dan meningkatkan tekanan untuk terus menurunkan berat badan.
Peran Media Sosial dan Standar Kecantikan
Melansir dari neliti.com, era digital ini, media sosial sering kali menjadi tempat di standar kecantikan yang tidak realistis dibentuk dan ditegakkan.
Influencer dan selebritas yang menampilkan tubuh langsing sering kali mendapatkan pujian dan perhatian lebih.
Hal ini menciptakan tekanan besar bagi orang, terutama perempuan, untuk mengejar tubuh kurus tersebut tanpa memperhatikan kesehatan tubuh yang sesungguhnya.
Namun, penting untuk kita ingat bahwa standar kecantikan yang terus dipromosikan di media sosial tidak selalu mencerminkan realitas kesehatan.
Tubuh kurus yang tampak sehat di luar belum tentu mencerminkan kesehatan fisik atau mental yang sesungguhnya.
Terkadang, tubuh kurus bisa menjadi tanda adanya gangguan makan yang tidak terlihat.
Kebiasaan Positif yang Sehat
Sebagai gantinya, kita perlu mendukung kebiasaan hidup yang sehat dan positif.
Baca Juga: Ternyata Orang Kurus Kurang Cocok Pakai Baju Oversized, Ini Alasannya
Pujian harus lebih difokuskan pada kesehatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan seseorang, bukan pada ukuran tubuh atau berat badan mereka.
Menghargai seseorang karena keberhasilan mereka dalam menjaga pola makan seimbang, berolahraga dengan bijak, atau menjalani kehidupan yang bahagia akan jauh lebih membangun daripada sekadar mengomentari penampilan fisik mereka.
Jika kamu atau seseorang yang kamu kenal menunjukkan tanda-tanda gangguan makan, penting untuk mencari bantuan profesional.
Konsultasi dengan ahli gizi, psikolog, atau psikiater dapat membantu mengidentifikasi masalah yang ada dan memberikan dukungan untuk pemulihan.
Alih-alih memberikan komentar yang bisa memicu rasa tidak aman atau memperburuk gangguan makan, lebih baik kita memberi dukungan terhadap kebiasaan hidup sehat dan kesejahteraan mental.
(*)
Ken Devina