Parapuan.co - Teknologi Artificial Intelligence (AI), seperti Chat GPT dan chatbot berbasis AI lainnya, semakin populer, terutama untuk mencari informasi kesehatan.
Kemudahan dan kecepatan respons yang ditawarkan AI menjadi daya tarik utama, memungkinkan masyarakat mendapatkan wawasan awal tentang gejala atau kondisi kesehatan tertentu dengan cepat.
Tren ini memberikan dampak positif karena dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan sekaligus memotivasi mereka untuk lebih proaktif menjaga kesehatannya.
Namun, para ahli menekankan bahwa penggunaan AI harus dilakukan dengan bijak dan tetap didampingi validasi oleh tenaga medis profesional.
Pentingnya Verifikasi Informasi Kesehatan dari AI
Chief of Technology Transformation Office (TTO) Kementerian Kesehatan RI, Setiaji, S.T, M.Si, mengingatkan agar masyarakat tidak sepenuhnya bergantung pada informasi kesehatan yang dihasilkan AI.
Menurutnya, data yang diberikan AI hanya bersifat panduan awal dan tidak boleh dijadikan dasar untuk diagnosis medis atau pengobatan.
AI memberikan wawasan berdasarkan data yang telah diprogram, tetapi informasi tersebut tetap perlu divalidasi oleh dokter atau tenaga kesehatan professional menurut Setiaji.
Ia menambahkan, teknologi AI belum mampu mempertimbangkan kompleksitas kondisi kesehatan individu.
Baca Juga: Dampak Positif AI terhadap Kehidupan Perempuan di Asia Tenggara
Sebagai contoh, gejala seperti batuk dan demam dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, mulai dari flu biasa hingga COVID-19 atau bahkan pneumonia. Tanpa analisis klinis mendalam, jawaban dari AI bisa menyesatkan.
Selain itu, AI bekerja berdasarkan algoritma yang menggeneralisasi data, sehingga tidak selalu relevan untuk situasi klinis tertentu. Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk tetap kritis terhadap informasi yang diberikan oleh AI dan tidak mengambil tindakan tanpa berkonsultasi dengan tenaga medis.
Risiko Mengikuti Saran Pengobatan dari AI
Setiaji juga menekankan bahwa saran pengobatan hanya dapat diberikan oleh tenaga medis yang melakukan penilaian klinis menyeluruh.
Mengikuti rekomendasi pengobatan dari AI tanpa validasi medis dapat membahayakan kesehatan. AI tidak memiliki kemampuan untuk melakukan pemeriksaan fisik, tes laboratorium, atau analisis konteks yang mendalam.
Oleh karena itu, diagnosis atau saran pengobatan dari AI bisa saja salah atau tidak tepat.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan, drg. Widyawati, MKM, turut menegaskan bahwa teknologi AI sebaiknya hanya digunakan sebagai pelengkap. Konsultasi langsung dengan dokter tetap menjadi langkah utama jika seseorang mengalami gejala penyakit.
AI hanya memberikan jawaban berdasarkan apa yang ditanyakan pengguna. Teknologi ini tidak dapat memahami kondisi spesifik yang dialami seseorang secara langsung. (*)
Baca Juga: Lebih dari Separuh Pekerja Khawatir Kehilangan Pekerjaan karena Teknologi AI