Norma Maskulinitas: Menghambat Pemberdayaan VS Mendorong Kesetaraan

Citra Narada Putri - Selasa, 7 Januari 2025
Bentuk norma maskulinitas yang menghambat pemberdayaan perempuan dan mendorong kesetaraan gender.
Bentuk norma maskulinitas yang menghambat pemberdayaan perempuan dan mendorong kesetaraan gender. (studio-fi/iStockphoto)

Parapuan.co - Konstruksi sosial memaksa kita memercayai bahwa sifat maskulin hanya milik laki-laki. 

Maskulinitas ini menumbuhkan anggapan bahwa laki-laki harus berperilaku seperti yang diharapkan masyarakat agar dinilai sebagai 'pria sejati'.

Mulai dari menilai bahwa laki-laki harus lebih berkuasa dan mendominasi, harus menunjukkan sisinya yang kuat, tangguh hingga tak boleh menunjukkan emosi.  

Berbagai bentuk maskulinitas ini pun diadopsi dalam berbagai macam budaya, lokasi geografis di seluruh dunia.

Namun, maskulinitas yang restriktif dalam masyarakat seringkali menjadi hambatan bagi pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender.

Dan tak banyak disadari, maskulinitas resktriktif yang jadi hambatan dalam meraih kesetaraan gender ini juga bisa merugikan laki-laki itu sendiri.

Maskulinitas restriktif menjunjung norma-norma yang sering kali kaku dan mendorong gagasan serta harapan yang tidak fleksibel tentang apa artinya menjadi 'laki-laki sejati'.

Melansir dari OECD, ada sepuluh norma maskulinitas restriktif yang secara langsung menghambat pemberdayaan perempuan.

1. Harus menjadi pencari nafkah utama. Laki-laki dituntut untuk bekerja guna mendapatkan upah memenuhi kebutuhan materi rumah tangga.

Baca Juga: Bukan Lawan! Laki-Laki Adalah Sekutu untuk Menciptakan Dunia yang Setara



REKOMENDASI HARI INI

Skin Cycling: Rutinitas Skincare untuk Dicoba di Tahun Baru dan Cara Melakukannya