Norma Maskulinitas: Menghambat Pemberdayaan VS Mendorong Kesetaraan

Citra Narada Putri - Selasa, 7 Januari 2025
Bentuk norma maskulinitas yang menghambat pemberdayaan perempuan dan mendorong kesetaraan gender.
Bentuk norma maskulinitas yang menghambat pemberdayaan perempuan dan mendorong kesetaraan gender. (studio-fi/iStockphoto)

10. Tidak melakukan pekerjaan perawatan dan pekerjaan rumah tangga yang tidak dibayar (unpaid domestic work). Norma ini menganggap pekerjaan rumah tangga ini secara umum sebagai "pekerjaan perempuan".

Norma-norma maskulinitas yang membatasi ini menimbulkan konsekuensi negatif langsung bagi perempuan dan anak perempuan.

Dalam bidang ekonomi, misalnya, norma-norma ini mendorong devaluasi kontribusi ekonomi perempuan dan mendukung pandangan bahwa tenaga kerja laki-laki lebih penting dan bernilai daripada pekerja perempuan.

Dengan demikian, norma-norma ini membenarkan aksi untuk mengecualikan perempuan dari angkatan kerja, pekerjaan di posisi tinggi maupun posisi pengambilan keputusan.

Sementara dalam bidang politik, norma-norma ini menegakkan pandangan bahwa kepemimpinan adalah karakteristik maskulin dan laki-laki secara inheren menjadi pemimpin yang lebih baik daripada perempuan.

Begitu juga dalam bidang pribadi, norma-norma yang mendefinisikan peran laki-laki sebagai pembuat keputusan meminimalkan agensi dan kekuatan pengambilan keputusan perempuan dan anak perempuan atas waktu, tubuh, dan sumber daya mereka.

Maskulinitas yang Setara Gender

Selama ini kita menganggap bahwa menjadi maskulin adalah 'lawan' dari sifat feminin, yang kerap dimaknai sebagai rival bagi perempuan untuk bisa berdaya.

Terlebih lagi selama ini maskulinitas yang mengatur masyarakat membentuk peluang dan kendala bagi perempuan dan anak perempuan di semua aspek kehidupan, terutama dalam bidang ekonomi, politik, dan pribadi.

Baca Juga: Dunia Minim Kepemimpinan Perempuan: Hanya 5 Presiden Perempuan Terpilih Sepanjang 2024

Pada beberapa kasus memang demikian. Namun, tak selamanya maskulin mengindikasikan sesuatu yang buruk.

Sebagai contoh gender-equitable masculinity (maskulinitas yang setara gender), yang memungkinkan laki-laki mengambil peran yang lebih beragam dan fleksibel, tanpa harus membatasi ruang gerak perempuan.  

Misalnya, maskulinitas yang setara gender ini tidak mendefinisikan peran laki-laki dalam rumah tangga hanya sebagai penyedia, tetapi lebih memungkinkan keterlibatan mereka yang lebih penuh dalam semua aspek kehidupan rumah tangga, termasuk perawatan yang tidak dibayar dan pekerjaan rumah tangga.

Lebih jauh lagi, dengan mengakui kontribusi ekonomi yang dilakukan perempuan, maskulinitas yang setara gender mendukung akses perempuan yang lebih luas terhadap pendidikan, pasar tenaga kerja, dan peran pengambilan keputusan.

Untuk mendorong maskulinitas yang setara gender, yang mempromosikan pemberdayaan perempuan dan memberikan dukungan terhadap kesetaraan gender, diperlukan pemahaman yang setara dan langkah konkret di semua aspek masyarakat. 

Mulai dari meningkatkan kesadaran tentang kesetaraan gender dan dampak maskulinitas restriktif, mengembangkan kebijakan yang mendukung kesetaraan gender, meningkatkan partisipasi perempuan dalam berbagai bidang hingga meningkatkan kesadaran tentang maskulinitas yang sehat dan positif.

(*)



REKOMENDASI HARI INI

Biasanya Diumumkan Awal Tahun, Apakah Seleksi CPNS 2025 Akan Dibuka?