Parapuan.co - Pelecehan seksual verbal seperti catcalling merupakan salah satu bentuk kekerasan seksual yang kerap dianggap sepele.
Namun, kini pelecehan verbal catcalling telah memiliki payung hukum yang lebih jelas di Indonesia.
Praktik seperti catcalling atau melontarkan komentar bernuansa seksual di tempat umum tidak lagi dapat dibiarkan begitu saja.
Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) telah mengatur secara khusus mengenai pelecehan seksual verbal dan menetapkan ancaman pidana bagi para pelakunya.
Seperti apa aturan lengkap tentang ancaman pidana terhadap pelaku catcalling? Simak informasinya seperti mengutip Hukum Online di bawah ini!
Pengertian Pelecehan Seksual
Menurut KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), pelecehan seksual sebenarnya tidak dikenal sebagai istilah khusus.
Sebagaimana dijelaskan oleh Ratna Batara Munti dalam buku "Kekerasan Seksual: Mitos dan Realita", istilah yang digunakan dalam KUHP adalah "perbuatan cabul".
Perbuatan cabul diatur dalam Pasal 289 hingga Pasal 296 KUHP, yang mengacu pada tindakan melanggar kesusilaan atau tindakan keji yang berkaitan dengan nafsu berahi.
Baca Juga: Pekerja Perempuan Rentan Alami Perlakuan Tidak Menyenangkan, Catcalling hingga Potong Gaji
Contohnya mencakup cium-ciuman, meraba bagian intim, hingga tindakan-tindakan lain yang dinilai melanggar kesopanan.
Ratna mengutip pendapat R. Soesilo yang menjelaskan bahwa segala perbuatan yang dianggap melanggar kesopanan atau kesusilaan dapat dikategorikan sebagai perbuatan cabul.
Berdasarkan definisi ini, pelecehan seksual, termasuk yang dilakukan secara verbal, dapat dipandang sebagai perbuatan yang melanggar rasa kesusilaan masyarakat.
Pelecehan Seksual Verbal dalam KUHP
Pelecehan seksual verbal bisa dikategorikan sebagai tindakan yang merusak kesopanan sebagaimana diatur dalam Pasal 281 KUHP.
Menurut R. Soesilo, kesopanan dalam pasal ini berarti perasaan malu yang berhubungan dengan nafsu kelamin, seperti mencium, meraba, atau memperlihatkan bagian tubuh yang tidak pantas.
Namun, terdapat perbedaan pendapat mengenai pasal mana yang tepat digunakan untuk menjerat pelaku pelecehan seksual verbal.
Beberapa ahli berpendapat bahwa Pasal 281 KUHP dapat digunakan, sementara yang lain lebih cenderung memilih Pasal 315 KUHP tentang penghinaan ringan, atau Pasal 406 dan Pasal 436 UU 1/2023 yang mengatur tindak pidana penghinaan dan pelecehan.
- Bunyi Pasal 281 KUHP
Diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta:
(1) barang siapa dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan;
(2) barang siapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada di situ bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan.
Baca Juga: Lesti Kejora Laporkan Rizky Billar Atas Dugaan KDRT, Ini Ancaman Hukumnya
- Bunyi Pasal 315 KUHP
Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama 4 bulan 2 minggu atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta.
- Bunyi Pasal 406 UU 1/2023
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori II yaitu Rp10 juta, setiap orang yang:
(1) melanggar kesusilaan di muka umum; atau
(2) melanggar kesusilaan di muka orang lain yang hadir tanpa kemauan orang yang hadir tersebut.
- Bunyi Pasal 436 UU 1/2023
Penghinaan yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap orang lain baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang yang dihina tersebut secara lisan atau dengan perbuatan atau dengan tulisan yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, dipidana karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II yaitu Rp10 juta.
Pelecehan Seksual Verbal Menurut UU TPKS
UU TPKS memberikan definisi lebih komprehensif terkait pelecehan seksual, termasuk pelecehan nonfisik.
Pasal 5 UU TPKS mengatur bahwa pelecehan seksual nonfisik mencakup segala bentuk pernyataan, gerak tubuh, atau aktivitas yang bersifat seksual dan tidak patut dengan tujuan merendahkan atau mempermalukan korban.
Pelecehan seksual verbal, yang dilakukan dengan mengucapkan kata-kata bernuansa seksual, termasuk dalam kategori pelecehan seksual nonfisik.
Menurut UU TPKS, pelaku pelecehan seksual verbal dapat dijatuhi pidana penjara paling lama 9 bulan dan/atau pidana denda paling banyak Rp10 juta.
Selain itu, pidana tersebut dapat diperberat hingga sepertiga dari ancaman pidana awal apabila pelecehan dilakukan dalam situasi tertentu, seperti:
- Dalam lingkup keluarga.
- Oleh tenaga kesehatan, tenaga medis, pendidik, atau tenaga profesional lainnya yang memiliki mandat khusus.
- Oleh pemberi kerja atau atasan terhadap bawahannya.
- Dilakukan berulang kali atau terhadap lebih dari satu orang.
- Dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama.
- Terhadap anak, penyandang disabilitas, atau perempuan hamil.
- Terhadap seseorang yang sedang tidak berdaya atau dalam keadaan darurat.
- Menggunakan sarana elektronik.
Baca Juga: Tips Melawan Pelaku Catcalling Belajar dari Video Viral Perempuan Tegur Juru Parkir
Pidana Tambahan bagi Pelaku
Selain hukuman pokok berupa pidana penjara dan denda, UU TPKS juga memungkinkan hakim untuk menjatuhkan pidana tambahan kepada pelaku, seperti:
- Pencabutan hak asuh anak atau pengampunan.
- Pengumuman identitas pelaku.
- Perampasan keuntungan atau harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana tersebut.
Dengan adanya pengaturan yang lebih jelas dalam UU TPKS, masyarakat diharapkan semakin sadar bahwa pelecehan seksual verbal bukanlah hal sepele.
Tindakan seperti catcalling bukan hanya merendahkan martabat korban, tetapi juga merupakan tindak pidana yang dapat dikenai sanksi hukum.
Peran serta masyarakat dalam melaporkan dan mendukung korban pelecehan seksual menjadi krusial untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan nyaman bagi semua orang, terutama perempuan dan kelompok rentan.
Pelecehan seksual verbal, termasuk catcalling, telah diatur secara tegas dalam UU TPKS dengan ancaman pidana yang jelas.
Selain itu, KUHP juga mengatur perbuatan yang merusak kesopanan dan kehormatan sebagai tindak pidana.
Dengan adanya regulasi ini, diharapkan pelaku pelecehan seksual verbal dapat dihukum sesuai ketentuan.
Selain itu, ancaman pidana ini diharapkan memberikan efek jera dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga kesopanan dan menghormati orang lain di ruang publik.
Baca Juga: Catcalling Bukan Candaan Tetapi Bentuk Pelecehan pada Perempuan
(*)