Viral Dolar AS Anjlok Jadi Rp8.170 karena Eror, Apa Penyebab Kurs Naik Turun?

Arintha Widya - Minggu, 2 Februari 2025
Dolar AS tiba-tiba anjlok di Google Search karena eror, ketahui penyebab kurs naik turun.
Dolar AS tiba-tiba anjlok di Google Search karena eror, ketahui penyebab kurs naik turun. EKIN KIZILKAYA

Parapuan.co - Kawan Puan, pengguna internet mendadak dihebohkan dengan kabar viral anjloknya nilai tukar mata uang dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah.

Pada Sabtu (1/2/2025), nilai tukar dolar AS yang semula di kisaran Rp16.000 mendadak anjlok menjadi Rp8.170.

Melihat berita viral dolar AS anjlok, publik tentu bertanya-tanya apakah mungkin rupiah menguat setinggi itu atau mesin pencari Google yang sedang eror.

Perwakilan Google angkat bicara terkait hal ini, sebagaimana yang dikutip dari Kompas.com.

"Kami menyadari adanya masalah yang mempengaruhi informasi nilai tukar Rupiah (IDR) di Google Search," papar perwakilan Google.

"Data konversi mata uang berasal dari sumber pihak ketiga. Ketika kami mengetahui ketidakakuratan, kami menghubungi penyedia data untuk memperbaiki kesalahan secepat mungkin," imbuhnya.

Saat berita ini diturunkan, kurs dolar ke rupiah telah kembali normal di rentang angka Rp16.000-an sebagaimana dalam sebulan terakhir.

Terlepas dari anjloknya kurs dolar terhadap rupiah, sebenarnya apa yang menyebabkan nilai mata uang naik dan turun?

Nilai tukar mata uang suatu negara tidak tetap dan selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu.

Baca Juga: Nilai Tukar Rupiah Kian Melemah, Apa Saja Penyebab hingga Dampaknya?

Fluktuasi nilai tukar ini dipengaruhi oleh berbagai faktor ekonomi yang berkaitan dengan hubungan perdagangan antara negara tersebut dan mitra dagangnya.

Merangkum Investopedia, berikut beberapa faktor utama yang mempengaruhi naik-turunnya kurs mata uang!

1. Perbedaan Tingkat Inflasi

Inflasi yang rendah cenderung meningkatkan nilai mata uang suatu negara karena daya beli mata uang tersebut lebih kuat dibandingkan dengan mata uang lain.

Negara-negara dengan tingkat inflasi yang rendah, seperti Jepang, Jerman, dan Swiss pada paruh kedua abad ke-20, mengalami peningkatan nilai tukar mata uang mereka.

Sebaliknya, negara dengan inflasi tinggi biasanya mengalami depresiasi nilai mata uangnya karena daya beli masyarakat melemah.

2. Perbedaan Suku Bunga

Suku bunga memiliki hubungan erat dengan inflasi dan nilai tukar. Ketika bank sentral menaikkan suku bunga, investor asing tertarik untuk menanamkan modalnya di negara tersebut karena keuntungan yang lebih tinggi.

Hal ini menyebabkan permintaan terhadap mata uang lokal meningkat dan nilai tukarnya naik.

Baca Juga: Suku Bunga Acuan BI Naik Jadi 4,75 Persen, Apa Saja Dampaknya bagi Masyarakat?

Sebaliknya, jika suku bunga menurun, investasi asing berkurang dan nilai mata uang bisa melemah.

3. Defisit Neraca Berjalan

Neraca berjalan mencerminkan keseimbangan perdagangan antara suatu negara dengan negara lain.

Jika suatu negara mengalami defisit neraca berjalan, artinya negara tersebut mengimpor lebih banyak dibandingkan ekspor.

Akibatnya, permintaan terhadap mata uang asing meningkat, sementara permintaan terhadap mata uang domestik menurun, sehingga menyebabkan depresiasi nilai tukar mata uang negara tersebut.

4. Utang Publik

Utang pemerintah yang besar dapat berdampak negatif pada nilai tukar mata uang.

Jika suatu negara memiliki utang yang tinggi, investor asing mungkin khawatir akan risiko gagal bayar, sehingga enggan menanamkan modalnya di negara tersebut.

Selain itu, utang yang besar dapat menyebabkan inflasi jika pemerintah mencetak uang untuk membayarnya, yang pada akhirnya melemahkan nilai mata uang.

Baca Juga: Mengenal Apa Itu LHKPN dan Pejabat Negara yang Wajib Lapor Kekayaan

5. Kondisi Perdagangan (Terms of Trade)

Kondisi perdagangan mengacu pada perbandingan antara harga ekspor dan impor suatu negara.

Jika harga ekspor suatu negara meningkat lebih cepat dibandingkan harga impornya, maka neraca perdagangannya akan menguat.

Hal ini akan meningkatkan permintaan terhadap mata uang negara tersebut dan memperkuat nilai tukarnya.

Sebaliknya, jika harga impor lebih tinggi dibandingkan ekspor, nilai tukar mata uang akan cenderung melemah.

Pergerakan nilai tukar mata uang merupakan hasil dari berbagai faktor ekonomi yang saling berkaitan.

Inflasi, suku bunga, defisit neraca berjalan, utang publik, dan kondisi perdagangan adalah beberapa faktor utama yang mempengaruhi naik-turunnya kurs mata uang.

Oleh karena itu, kebijakan ekonomi yang tepat sangat penting untuk menjaga stabilitas nilai tukar suatu negara agar tidak mengalami gejolak yang merugikan perekonomian.

Baca Juga: Sejarah Hari Keuangan Nasional, Upaya Mengingat Mata Uang Pertama di Indonesia

(*)



REKOMENDASI HARI INI

Viral Dolar AS Anjlok Jadi Rp8.170 karena Eror, Apa Penyebab Kurs Naik Turun?