Penderitaan Perempuan Dikomersilkan Lewat Film dari Kisah Nyata, Eksploitasi atau Edukasi?

Arintha Widya - Senin, 10 Februari 2025
Tentang komersialisasi penderitaan perempuan lewat film dari kisah nyata.
Tentang komersialisasi penderitaan perempuan lewat film dari kisah nyata. iStockphoto

Parapuan.co - Kawan Puan, baru-baru ini di media sosial ramai diperbincangkan trailer film Norma: Antara Mertua dan Menantu yang diangkat dari kisah nyata.

Film ini menceritakan kisah Norma, perempuan yang viral sekitar akhir 2022 lalu karena menangkap basah perselingkuhan antara suami dan ibunya.

Norma: Antara Mertua dan Menantu bukan satu-satunya film terkait penderitaan perempuan yang diangkat dari kisah nyata.

Beberapa waktu lalu ada pula film berjudul Vina: Sebelum Tujuh Hari, Ipar Adalah Maut, dan lain-lain yang diangkat pula dari kisah nyata.

Pertanyaannya, apakah penderitaan perempuan yang dikomersilkan lewat film dari kisah nyata ini bisa memberikan edukasi kepada masyarakat, atau hanya mengeksploitasi kisahnya untuk mendapatkan untung?

Film-film semacam ini mestinya tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai medium untuk menyampaikan pesan sosial, meningkatkan kesadaran, dan mendorong diskusi publik mengenai isu-isu yang mungkin sebelumnya terabaikan.

Manfaat dan Tantangan

Mengangkat kisah nyata penderitaan perempuan ke dalam film memiliki beberapa manfaat, antara lain:

1. Meningkatkan Kesadaran Publik

Baca Juga: 3 Sinopsis Film dan Series Berdasarkan Kisah Nyata Viral, Ada Perempuan yang Diselingkuhi

Film dapat menjadi alat edukasi yang efektif, membantu masyarakat memahami dan menyadari isu-isu yang mungkin tidak mereka ketahui sebelumnya.

2. Memberikan Suara kepada Korban

Dengan menampilkan kisah nyata, film dapat memberikan platform bagi korban untuk didengar dan diakui perjuangannya.

3. Mendorong Perubahan Sosial

Film yang menggugah dapat memicu diskusi dan mendorong perubahan dalam kebijakan atau sikap masyarakat terhadap isu tertentu.

Namun, ada juga tantangan dan pertimbangan etis yang harus diperhatikan:

1. Eksploitasi vs. Edukasi

Penting untuk memastikan bahwa film tidak mengeksploitasi penderitaan korban demi keuntungan komersial semata, tetapi benar-benar bertujuan untuk edukasi dan perubahan positif.

2. Persetujuan dan Privasi

Baca Juga: Berdasarkan Kisah Nyata, Ini Sinopsis Film Lembayung yang Viral di TikTok

Menggunakan kisah nyata memerlukan persetujuan dari korban atau keluarga mereka, serta penghormatan terhadap privasi dan perasaan mereka.

3. Representasi yang Akurat

Penting untuk menggambarkan kisah dengan akurat dan sensitif, tanpa menambahkan elemen dramatis yang tidak perlu yang dapat mendistorsi realitas.

Mengkomersilkan penderitaan perempuan melalui film dari kisah nyata adalah pedang bermata dua.

Di satu sisi, film semacam itu dapat meningkatkan kesadaran, memberikan edukasi, dan mendorong perubahan sosial.

Di sisi lain, ada risiko eksploitasi dan ketidakpekaan jika tidak dilakukan dengan hati-hati.

Oleh karena itu, pembuat film harus menjalankan tanggung jawab mereka dengan integritas, memastikan bahwa tujuan utama adalah memberikan manfaat bagi korban dan masyarakat luas, bukan semata-mata keuntungan komersial.

Sebagai perempuan, Kawan Puan punya pilihan untuk menyetujui atau menolak jika kisahmu dijadikan film.

Namun, pastikan kamu sudah sembuh dari trauma terlebih dulu sebelum menyetujuinya, ya.

Baca Juga: Mengapa Film dari Kisah Nyata Menarik Perhatian Penonton? Ini 6 Alasannya

(*)

Penulis:
Editor: Arintha Widya


REKOMENDASI HARI INI

Angin Kencang Melanda di Sejumlah Daerah, Ini 5 Tips Agar Tetap Aman