Baca Juga: Puasa Jadi Mudah Mengantuk, Waspada Risiko Kesehatan Jika Tidur Berlebihan
2. Pembatasan Kalori – Mengurangi jumlah kalori yang dikonsumsi juga dapat memicu autophagy, meskipun tidak sampai sepenuhnya berhenti makan seperti puasa.
3. Diet Ketogenik – Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat (keto) dapat mengubah cara tubuh membakar energi, sehingga memicu autophagy.
4. Olahraga – Aktivitas fisik dapat meningkatkan aktivitas protein ATG, terutama melalui tekanan pada otot rangka, sehingga membantu mendorong autophagy.
Namun, meskipun autophagy memiliki manfaat, memaksakan tubuh ke dalam kondisi stres seperti puasa atau diet ekstrem mungkin tidak cocok untuk semua orang. Konsultasikan dengan profesional kesehatan sebelum mencoba metode ini, terutama bagi ibu hamil, menyusui, atau penderita penyakit kronis seperti diabetes.
Berapa Lama Harus Berpuasa Agar Autophagy Terjadi?
Penelitian pada hewan menunjukkan bahwa autophagy dapat mulai terjadi dalam waktu 24 hingga 48 jam setelah berpuasa. Namun, belum ada cukup penelitian yang memastikan berapa lama waktu yang dibutuhkan bagi autophagy untuk terjadi pada manusia.
Dulu, autophagy hanya dianggap sebagai mekanisme "pembersihan" dalam tubuh. Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa autophagy juga berperan dalam pencegahan dan penanganan berbagai penyakit, antara lain:
- Penyakit Crohn
- Diabetes
- Penyakit jantung
- Huntington’s disease
- Penyakit ginjal
- Penyakit hati
- Parkinson’s disease
Selain itu, autophagy juga dikaitkan dengan kanker. Akumulasi "sampah" dalam sel dapat meningkatkan risiko mutasi genetik, yang berpotensi memicu pertumbuhan sel kanker. Namun, efek autophagy pada kanker tidak selalu bersifat menguntungkan.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa autophagy dapat mencegah pertumbuhan tumor pada tahap awal, tetapi juga dapat membantu sel kanker bertahan hidup pada tahap lanjut.
Sayangnya, sebagian besar penelitian mengenai hubungan autophagy dan penyakit masih dilakukan pada hewan, seperti tikus. Diperlukan lebih banyak studi pada manusia untuk memahami dampaknya secara lebih jelas.
Baca Juga: 6 Jenis Kanker yang Rentan Menyerang Anak dan Remaja, Ada Leukemia
(*)