Parapuan.co - Perceraian adalah salah satu pengalaman emosional dan transformatif yang bisa dialami seorang perempuan. Tidak hanya sekadar berpisah dari pasangan, perceraian membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan emosional, sosial, finansial, bahkan spiritual.
Banyak perempuan yang mengalami berbagai fase setelah perceraian, mulai dari keterpurukan hingga akhirnya menemukan kembali makna hidup. Setiap individu tentu memiliki cara berbeda dalam menghadapi perpisahan ini, tetapi ada pola umum yang sering terjadi.
Fase-fase ini bukanlah tahapan yang harus dilewati secara berurutan, karena proses penyembuhan emosional bersifat unik bagi setiap orang. Namun, memahami fase-fase ini dapat membantumu menghadapinya dengan lebih baik dan menemukan kembali kekuatan dalam dirimu.
Menurut laman My Coach Dawn, ada beberapa fase yang umum dilalui perempuan dalam menghadapi perceraian. Adapun uraian terkait fase-fase tersebut, yakni:
1. Fase Syok atau Penyangkalan
Pada tahap awal, banyak perempuan yang merasa sulit percaya bahwa pernikahan mereka benar-benar telah berakhir. Walaupun proses perceraian sudah berjalan lama, tetap ada perasaan seperti berada dalam mimpi buruk. Syok ini mungkin membuatmu merasa bingung, mati rasa, bahkan berharap semuanya bisa kembali seperti semula.
2. Fase Kesedihan dan Kehancuran Emosional
Ketika kamu mulai menerima perceraian, perasaan sedih yang mendalam mulai muncul. Kamu mungkin merasa kehilangan identitas, terutama jika pernikahan telah berlangsung lama. Koneksi yang cukup lama ini akhirnya membuat banyak aspek hidupmu terikat dengan pasangan.
Kesedihan ini bisa sangat intens, bahkan menyerupai proses berduka karena kehilangan orang yang dicintai. Perasaan kesepian, marah, kecewa, dan ketakutan terhadap masa depan sering muncul di fase ini. Pada titik ini, menangis dan merasa tidak berdaya adalah hal yang wajar.
Baca Juga: Sherina Gugat Cerai Baskara, Ini Penyebab Rumah Tangga Bisa Bubar
Banyak perempuan juga mengalami perubahan fisik akibat stres emosional, seperti sulit tidur, nafsu makan menurun, atau kelelahan yang berkepanjangan. Jika dibiarkan terlalu lama, fase ini bisa berkembang menjadi depresi.
Oleh karena itu, sangat penting untuk mencari dukungan dari keluarga, teman, atau profesional jika diperlukan.
3. Fase Kemarasahan dan Kebingungan
Setelah kesedihan mereda, muncul perasaan marah. Kamu mungkin merasa dikhianati, tidak dihargai, atau kecewa dengan keputusan yang telah diambil. Kemarahan ini bisa ditujukan kepada mantan pasangan, diri sendiri, atau bahkan keadaan yang dirasa tidak adil.
Fase ini bisa menjadi momen di mana Kawan Puan mulai mempertanyakan banyak hal:
"Mengapa pernikahan ini gagal?"
"Apakah aku telah melakukan kesalahan?"
"Bagaimana jika aku membuat keputusan yang berbeda dahulu?"
Baca Juga: Mitos Keliru Tentang Perceraian yang Dipercaya Pasangan yang Punya Anak
Rasa marah ini bisa menjadi bahan bakar untuk mencari solusi dan bangkit, tetapi jika tidak dikendalikan, kemarahan juga bisa merusak. Oleh karena itu, menyalurkan emosi ini ke hal-hal positif seperti olahraga, menulis jurnal, atau berkonsultasi dengan terapis bisa sangat membantu.
4. Fase Penerimaan
Seiring berjalannya waktu, kamu mulai menerima kenyataan bahwa hidup harus terus berjalan. Di fase ini, Kawan Puan tidak lagi melihat perceraian sebagai akhir dari segalanya, melainkan sebagai bagian dari perjalanan hidup yang membentuk dirimu.
Kamu mungkin mulai membangun kembali aspek-aspek yang sempat goyah, seperti karier, keuangan, atau hubungan sosial. Di fase ini, banyak perempuan justru mulai fokus pada pengembangan diri, mengeksplorasi hobi baru, bahkan menemukan kembali impian yang dulu terlupakan.
Pada tahap ini, kamu juga lebih mampu melihat kembali pernikahan yang telah berlalu dengan perspektif lebih objektif. Kamu menyadari bahwa ada pelajaran berharga yang bisa diambil dan mulai merencanakan masa depan dengan lebih percaya diri.
5. Fase Pemulihan
Di titik ini, perempuan yang mengalami perceraian telah benar-benar berdamai dengan masa lalu dan merasa lebih kuat secara emosional. Kamu tidak lagi dipenuhi oleh perasaan dendam atau kesedihan yang mendalam. Sebaliknya, kamu mulai melihat perceraian sebagai awal yang baru.
Baca Juga: Perempuan Perlu Membahas Keuangan dengan Pasangan Sebelum Menikah
(*)