"Kasus yang tercatat mencapai 330.097, meningkat 14.17 persen dari tahun sebelumnya yang berjumlah 289.111 kasus," papar Alimatul Qibtiyah.
Berdasarkan data umum, jumlah pengaduan yang diterima langsung oleh Komnas Perempuan sedikit mengalami penurunan sebesar 4,48 persen, dengan total 4.178 kasus atau rata-rata 16 pengaduan per hari dibanding tahun sebelumnya dengan total kasus 4.374 kasus.
Sementara itu, di Tahun 2024, Komnas Perempuan telah menerbitkan 573 Surat Rujukan kasus, 9 Rujukan Ulang, serta 235 Surat Penyikapan. Surat Penyikapan tersebut terdiri atas 155 Surat Klarifikasi, 36 Surat Rekomendasi, dan 29 Surat Pemantauan.
Komisioner Subkomisi Pengembangan Sistem Pemulihan, Theresia Iswarini, menyoroti tren kekerasan berbasis gender yang terjadi di ranah negara. "Tahun ini terdapat 95 kasus kekerasan berbasis gender di ranah negara, dengan DKI Jakarta masih menjadi provinsi dengan jumlah laporan tertinggi, yakni 23 kasus, disusul oleh Jawa Barat dan Sumatera Utara," katanya.
Kasus perempuan berkonflik dengan hukum (PBH) menjadi kategori terbanyak dengan 29 kasus, sementara kasus kekerasan terhadap perempuan pembela hak asasi manusia (PPHAM) meningkat menjadi 9 kasus dibandingkan tahun sebelumnya.
Wakil Ketua Komnas Perempuan, Olivia Chadidjah Salampessy, menyoroti tantangan yang dihadapi perempuan dalam dunia politik. "Budaya patriarki dan diskriminasi berbasis gender masih menjadi hambatan bagi perempuan dalam politik. Mereka rentan menghadapi ancaman, intimidasi, serta kekerasan selama kontestasi politik," jelasnya.
Ia menegaskan bahwa diperlukan mekanisme pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis gender dalam setiap tahapan pemilu untuk memastikan partisipasi politik perempuan yang lebih aman dan setara.
Komisioner Subkomisi Pengembangan Sistem Pemulihan, Satyawanti Mashudi, dalam sesi kesimpulan dan rekomendasi CATAHU 2024, menyoroti tingginya angka kekerasan seksual meskipun Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) telah disahkan dua tahun lalu.
"Kami mendesak pemerintah untuk segera menerbitkan tiga peraturan pelaksana UU TPKS dan meminta DPR RI serta Presiden RI untuk mendukung Komnas Perempuan dalam pengembangan sinergi database kekerasan terhadap perempuan," tegasnya.
Ia beranggapan, regulasi yang lebih jelas dan sistem pendataan yang lebih baik sangat diperlukan untuk menangani kasus kekerasan secara lebih efektif.
Komnas Perempuan berharap data dalam CATAHU 2024 tidak hanya menjadi angka statistik, tetapi juga menjadi dasar kebijakan dan aksi nyata untuk mewujudkan masyarakat yang bebas dari kekerasan terhadap perempuan.
Baca Juga: Representasi Kesetaraan Gender dalam Film dan Series Indonesia
(*)