IWD 2025, Komnas Perempuan Soroti Budaya Patriarki dan Diskriminasi Gender dalam Politik

Arintha Widya - Minggu, 9 Maret 2025
Komnas Perempuan menyoroti budaya patriarki dalam politik di Hari Perempuan Internasional.
Komnas Perempuan menyoroti budaya patriarki dalam politik di Hari Perempuan Internasional. daniele scandola

Parapuan.co - Dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional (IWD) 2025, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) meluncurkan Catatan Tahunan (CATAHU) 2024 dengan tema "Menata Data, Menajamkan Arah: Refleksi Pendokumentasian dan Tren Kasus Kekerasan terhadap Perempuan 2024".

Peluncuran CATAHU ini diselenggarakan melalui acara yang berlangsung hybrid dan dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk perwakilan pemerintah, organisasi masyarakat sipil, serta akademisi.

Dalam kesempatan tersebut, Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, menekankan pentingnya tata kelola data yang baik dalam menangani kekerasan berbasis gender terhadap perempuan di Indonesia.

Menurutnya, sistem pendokumentasian kasus kekerasan terhadap perempuan perlu disusun lebih akurat agar pihak-pihak berwenang dapat menyusun strategi yang lebih efektif untuk membantu perempuan yang menjadi korban.

"Tata kelola data yang kuat merupakan fondasi dalam menyusun kebijakan penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Dengan sistem dokumentasi yang lebih akurat, kita bisa menyusun strategi yang lebih efektif," ujarnya dalam sambutan seperti dikutip PARAPUAN dari siaran pers Komnas Perempuan, Minggu (9/3/2025).

Komisioner Subkomisi Pemantauan Komnas Perempuan, Bahrul Fuad, menjelaskan bahwa metode pengumpulan data dalam CATAHU 2024 mengalami perubahan signifikan.

"Pada tahun sebelumnya, dari 993 kuesioner yang dikirimkan kepada mitra, hanya 12 persen yang dikembalikan. Tahun ini, dengan strategi pengiriman ke organisasi induk, dari 160 kuesioner yang dikirim, tingkat respons meningkat menjadi 51,87 persen," paparnya.

Menurutnya, perubahan metode ini memungkinkan cakupan wilayah pendataan yang lebih luas dan penghitungan data yang lebih cepat.

Sementara itu, Komisioner Subkomisi Pendidikan, Alimatul Qibtiyah, mengungkapkan adanya peningkatan jumlah kasus Kekerasan Berbasis Gender terhadap Perempuan (KBGtP) yang tercatat dalam CATAHU 2024.

Baca Juga: Ketimpangan Gender dalam Kontrasepsi: Jangan Hanya Dibebankan pada Perempuan

"Kasus yang tercatat mencapai 330.097, meningkat 14.17 persen dari tahun sebelumnya yang berjumlah 289.111 kasus," papar Alimatul Qibtiyah.

Berdasarkan data umum, jumlah pengaduan yang diterima langsung oleh Komnas Perempuan sedikit mengalami penurunan sebesar 4,48 persen, dengan total 4.178 kasus atau rata-rata 16 pengaduan per hari dibanding tahun sebelumnya dengan total kasus 4.374 kasus.

Sementara itu, di Tahun 2024, Komnas Perempuan telah menerbitkan 573 Surat Rujukan kasus, 9 Rujukan Ulang, serta 235 Surat Penyikapan. Surat Penyikapan tersebut terdiri atas 155 Surat Klarifikasi, 36 Surat Rekomendasi, dan 29 Surat Pemantauan.

Komisioner Subkomisi Pengembangan Sistem Pemulihan, Theresia Iswarini, menyoroti tren kekerasan berbasis gender yang terjadi di ranah negara. "Tahun ini terdapat 95 kasus kekerasan berbasis gender di ranah negara, dengan DKI Jakarta masih menjadi provinsi dengan jumlah laporan tertinggi, yakni 23 kasus, disusul oleh Jawa Barat dan Sumatera Utara," katanya.

Kasus perempuan berkonflik dengan hukum (PBH) menjadi kategori terbanyak dengan 29 kasus, sementara kasus kekerasan terhadap perempuan pembela hak asasi manusia (PPHAM) meningkat menjadi 9 kasus dibandingkan tahun sebelumnya.

Wakil Ketua Komnas Perempuan, Olivia Chadidjah Salampessy, menyoroti tantangan yang dihadapi perempuan dalam dunia politik. "Budaya patriarki dan diskriminasi berbasis gender masih menjadi hambatan bagi perempuan dalam politik. Mereka rentan menghadapi ancaman, intimidasi, serta kekerasan selama kontestasi politik," jelasnya.

Ia menegaskan bahwa diperlukan mekanisme pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis gender dalam setiap tahapan pemilu untuk memastikan partisipasi politik perempuan yang lebih aman dan setara.

Komisioner Subkomisi Pengembangan Sistem Pemulihan, Satyawanti Mashudi, dalam sesi kesimpulan dan rekomendasi CATAHU 2024, menyoroti tingginya angka kekerasan seksual meskipun Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) telah disahkan dua tahun lalu.

"Kami mendesak pemerintah untuk segera menerbitkan tiga peraturan pelaksana UU TPKS dan meminta DPR RI serta Presiden RI untuk mendukung Komnas Perempuan dalam pengembangan sinergi database kekerasan terhadap perempuan," tegasnya.

Ia beranggapan, regulasi yang lebih jelas dan sistem pendataan yang lebih baik sangat diperlukan untuk menangani kasus kekerasan secara lebih efektif.

Komnas Perempuan berharap data dalam CATAHU 2024 tidak hanya menjadi angka statistik, tetapi juga menjadi dasar kebijakan dan aksi nyata untuk mewujudkan masyarakat yang bebas dari kekerasan terhadap perempuan.

Baca Juga: Representasi Kesetaraan Gender dalam Film dan Series Indonesia

(*)

Sumber: Komnas Perempuan
Penulis:
Editor: Arintha Widya


REKOMENDASI HARI INI

Ini Rekomendasi Pembersih Alat Makeup dengan Aroma Takjil Ramadan