Fakta baru terungkap bahwa Brigadir AK awalnya tidak mengaku sebagai anggota kepolisian kepada DJP. Menurut pengacara DJP, Alif Abdurrahman, Brigadir AK mendekati kliennya dengan mengaku sebagai pegawai Telkomsel sejak 2023. "Awalnya Brigadir AK ngaku bukan polisi, tapi kerja di Telkomsel. Namun, lama-lama ketahuan (oleh DJP) ketika sudah saling dekat," jelas Alif dikutip dari Kompas.com.
Brigadir AK yang memiliki keahlian di bidang intelijen diduga menggunakan keterampilannya untuk menjalin hubungan asmara dengan DJP tanpa menimbulkan kecurigaan. Setelah hubungan mereka semakin erat, DJP akhirnya mengetahui identitas asli Brigadir AK sebagai anggota kepolisian.
Setelah melaporkan kasus ini ke kepolisian, DJP mengaku mendapatkan intimidasi dari pihak yang tidak disebutkan identitasnya. Pengacara DJP, M. Amal Lutfiansyah, menyatakan bahwa tekanan yang diterima kliennya bersifat verbal dan bertujuan agar DJP tidak melanjutkan proses hukum terhadap Brigadir AK.
"Intimidasi ini agar korban tidak speak up, supaya kasusnya tidak lanjut lalu pilih jalan damai," ujar Amal.
Berkaca dari apa yang dialami DJP, perempuan cukup rentan mendapatkan perilaku intimidasi termasuk dalam hubungan asmara. Pelaku bisa menggunakan ancaman atau manipulasi untuk mencegah korban berbicara.
Tekanan ini dapat berupa ancaman fisik, emosional, atau sosial yang membuat korban merasa tidak aman untuk mengungkapkan apa yang mereka alami. Bukan hanya itu, ketika perempuan mengalami intimidasi mereka sering kali mengalami rasa takut yang mendalam terhadap pelaku, terutama jika pelaku adalah orang terdekat seperti suami.
Rasa takut ini, ditambah dengan trauma yang dialami, membuat mereka sulit untuk berbicara atau mencari bantuan. Belum lagi banyak korban yang tidak memiliki akses ke dukungan yang memadai atau ruang aman untuk berbicara tentang pengalaman mereka.
Ketidakadaan sistem pendukung yang kuat membuat mereka merasa sendirian dan enggan untuk mengungkapkan apa yang mereka alami. Oleh karena itu, diperlukan lingkungan yang mendukung dan aman bagi perempuan untuk berbicara. Termasuk pada mereka yang mendapatkan perlakukan intimidasi dari pasangannya.
Kasus Naik ke Tahap Penyidikan
Setelah melakukan gelar perkara, penyidik Ditreskrimum Polda Jawa Tengah menetapkan bahwa kasus ini resmi naik ke tahap penyidikan. Artanto menyatakan bahwa pihaknya telah mengantongi tiga alat bukti utama, yakni keterangan saksi, rekam medis, serta hasil ekshumasi.
Dengan perkembangan ini, penyidik akan terus mendalami kasus untuk mengungkap fakta-fakta baru serta memastikan bahwa proses hukum berjalan sesuai ketentuan yang berlaku.
Baca Juga: Salah Tangkap Polisi: Keluarga Korban Pemerkosaan Cari Keadilan
(*)