Parapuan.co - Ketika Kawan Puan merasa tidak lebih bahagia dalam hidup bahkan setelah gaji naik, kamu mungkin mengalami hedonic adaptation. Hedonic adaptation adalah fenomena psikologis di mana manusia cenderung kembali ke tingkat kebahagiaan yang stabil, meskipun mengalami perubahan besar dalam hidup—baik itu perubahan positif seperti kenaikan gaji maupun perubahan negatif.
Artinya, meskipun seseorang mendapatkan penghasilan lebih tinggi, kebahagiaannya hanya meningkat sementara sebelum akhirnya kembali ke titik awal. Hal ini disinggung oleh perencana keuangan Rista Zwestika melalui akun Instagram pribadinya.
Lantas, apa sebenarnya hedonic adaptation dan bagaimana mengatasinya? Simak penjelasan Rista Zwestika yang sudah dirangkum PARAPUAN di bawah ini!
Gaji Besar Tidak Selalu Membawa Kebahagiaan
Banyak orang berpikir bahwa semakin besar gaji, semakin bahagia hidup mereka. Namun, faktanya tidak demikian. Studi dari Princeton University (2010) menemukan bahwa kebahagiaan seseorang tidak meningkat signifikan setelah pendapatannya mencapai 75 ribu dolar AS per tahun (sekitar Rp1,2 miliar).
Dengan kata lain, setelah kebutuhan dasar terpenuhi, tambahan uang tidak selalu berarti kebahagiaan yang lebih besar. Lalu, mengapa gaji besar tidak bisa membuat bahagia selamanya? Berikut beberapa alasannya:
1. Kebiasaan baru: Ketika penghasilan meningkat, standar gaya hidup pun naik. Apa yang dulunya dianggap mewah menjadi hal yang biasa.
2. Ekspektasi yang terus meningkat: Semakin banyak uang yang dimiliki, semakin tinggi keinginan untuk memiliki barang atau pengalaman baru.
3. Perbandingan sosial: Media sosial membuat seseorang lebih sering membandingkan hidupnya dengan orang lain, sehingga muncul rasa tidak puas.
Baca Juga: Awal Bulan, Begini Tips Mengelola Uang Gajian agar Tidak Boros
Dampak Hedonic Adaptation dalam Kehidupan Sehari-hari
Jika tidak disadari, hedonic adaptation bisa berdampak buruk bagi kesejahteraan mental dan finansial seseorang. Beberapa di antaranya adalah:
1. Stres finansial: Terus-menerus mengejar lebih banyak uang tanpa tujuan yang jelas dapat menyebabkan kelelahan mental.
2. Konsumsi berlebihan: Kebahagiaan dari belanja sering kali hanya bersifat sementara, sehingga orang cenderung terus membeli barang baru tanpa merasa puas.
3. Hilangnya rasa syukur: Seseorang bisa lupa mensyukuri apa yang sudah dimiliki karena selalu fokus pada hal yang belum didapatkan.
Cara Mengatasi Hedonic Adaptation
Meski terdengar sulit, ada beberapa cara untuk mengatasi efek negatif dari hedonic adaptation dan menemukan kebahagiaan yang lebih stabil:
1. Fokus pada pengalaman: Kebahagiaan dari pengalaman seperti liburan atau menghabiskan waktu bersama keluarga lebih tahan lama dibandingkan dengan membeli barang material.
2. Latih rasa syukur: Mulailah kebiasaan mencatat tiga hal yang disyukuri setiap hari dalam gratitude journal.
3. Tetapkan tujuan yang lebih bermakna: Gunakan sebagian pendapatan untuk hal-hal yang memberi dampak positif, seperti donasi atau investasi untuk masa depan.
Kesimpulannya, kebahagiaan sejati tidak selalu datang dari seberapa besar gaji yang diterima, tetapi dari bagaimana seseorang mengelola hidupnya. Dengan menyadari dan mengatasi hedonic adaptation, kita bisa lebih menikmati hidup tanpa harus terus-menerus mengejar sesuatu yang tidak ada habisnya.
Baca Juga: Jangan Kalap, Simak 5 Tips Kendalikan Gaya Hidup Saat Gaji Naik
(*)