Revisi UU TNI, Akankah Menguntungkan atau Justru Merugikan Perempuan?

Arintha Widya - Senin, 17 Maret 2025
Akankah Revisi UU TNI Menguntungkan atau Justru Merugikan Perempuan?
Akankah Revisi UU TNI Menguntungkan atau Justru Merugikan Perempuan? iStockphoto

 

Saat ini, jumlah prajurit perempuan dalam TNI masih jauh lebih sedikit dibandingkan laki-laki. Dengan diperpanjangnya usia pensiun, kemungkinan prajurit muda, termasuk perempuan, untuk naik jabatan akan semakin kecil. Hal ini bisa memperpanjang dominasi prajurit senior yang mayoritas laki-laki, membuat perempuan semakin sulit mencapai posisi strategis dalam struktur militer.

Penambahan Kewenangan TNI dan Dampaknya terhadap Keamanan Perempuan

Revisi UU TNI juga menambahkan tiga tugas baru dalam operasi militer selain perang (OMSP), yang mencakup penanganan narkoba dan operasi siber. Perluasan kewenangan ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana akuntabilitas TNI dalam menjalankan tugas-tugas non-perang.

Dalam berbagai konflik atau situasi yang melibatkan aparat keamanan, perempuan sering menjadi kelompok rentan yang terdampak secara langsung. Sejarah mencatat berbagai kasus kekerasan berbasis gender yang terjadi di daerah-daerah dengan kehadiran militer yang kuat.

Tanpa adanya mekanisme pengawasan yang ketat, perluasan peran TNI dalam kehidupan sipil dapat meningkatkan risiko pelanggaran hak-hak perempuan, baik dalam konteks sosial maupun hukum.

Bagaimana Nasib Prajurit Perempuan dalam TNI?

Di sisi internal, revisi ini juga tidak memberikan kepastian yang lebih baik bagi prajurit perempuan. Tidak ada kebijakan khusus yang diperkenalkan untuk meningkatkan jumlah atau peran perempuan dalam TNI, termasuk dalam hal perlindungan hak-hak mereka. Beberapa isu krusial seperti cuti hamil, kesempatan promosi, dan kebijakan keluarga bagi prajurit perempuan masih belum mendapatkan perhatian serius dalam revisi ini.

Jika revisi UU TNI ingin benar-benar inklusif, maka seharusnya ada peraturan yang lebih berpihak kepada prajurit perempuan. Misalnya, dengan memperluas kesempatan bagi mereka untuk menduduki posisi strategis, menjamin perlindungan terhadap kekerasan berbasis gender di lingkungan militer, serta memastikan kebijakan yang lebih ramah keluarga bagi prajurit perempuan yang sudah menikah.

Revisi UU TNI memang membawa sejumlah perubahan signifikan dalam struktur dan peran militer di Indonesia. Namun, dari perspektif perempuan, banyak aspek dalam revisi ini yang justru berpotensi merugikan.

Mulai dari berkurangnya peluang perempuan dalam jabatan sipil, sulitnya regenerasi prajurit perempuan di TNI, hingga potensi meningkatnya ketidakamanan perempuan di ruang publik akibat perluasan kewenangan militer. Oleh karena itu, sebelum revisi ini disahkan, pemerintah dan DPR perlu mempertimbangkan lebih dalam dampaknya terhadap perempuan.

Revisi UU TNI harus memastikan bahwa kebijakan yang diambil tidak hanya berorientasi pada kepentingan militer semata, tetapi juga memperhatikan prinsip kesetaraan gender, hak-hak perempuan, dan perlindungan terhadap kelompok rentan di masyarakat. Tanpa itu, revisi ini berisiko menjadi langkah mundur dalam upaya mewujudkan keadilan sosial di Indonesia.

Baca Juga: Bawaslu Inisiasi Revisi UU Pemilu Demi Kuota 30% Perempuan Benar-Benar Terealisasi

(*)

Sumber: Kompas.com
Penulis:
Editor: Arintha Widya


REKOMENDASI HARI INI

Revisi UU TNI, Akankah Menguntungkan atau Justru Merugikan Perempuan?