- Perbuatan cabul dilakukan oleh atau terhadap korban, baik secara langsung maupun melalui media elektronik.
2. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
Jika child grooming dilakukan melalui media sosial atau sarana elektronik, pelaku dapat dijerat dengan Pasal 45 Ayat (1) jo. Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Pasal ini mengatur larangan pendistribusian, transmisi, dan pembuatan konten yang melanggar kesusilaan. Ancaman hukuman bagi pelaku adalah:
- Pidana penjara maksimal 6 tahun.
- Denda maksimal Rp1 miliar.
Unsur-unsur yang harus dipenuhi dalam kasus child grooming melalui media elektronik adalah:
- Pelaku bertindak dengan sengaja, dengan kesadaran penuh untuk melakukan grooming terhadap anak.
- Pelaku mendistribusikan, mentransmisikan, atau membuat dapat diakses konten bermuatan cabul atau pornografi anak.
- Konten yang didistribusikan melanggar norma kesusilaan, seperti gambar atau video eksploitasi seksual anak.
3. Pemberatan Hukuman
Dalam Pasal 52 Ayat (1) UU ITE, jika tindakan child grooming menyangkut eksploitasi seksual terhadap anak, maka pidana pokok yang dijatuhkan dapat diperberat sepertiga dari ancaman hukuman utama.
Meskipun belum ada regulasi khusus mengenai child grooming, hukum di Indonesia telah memberikan perlindungan terhadap anak dengan mengintegrasikan kasus ini dalam Undang-Undang Perlindungan Anak dan UU ITE.
Dengan ancaman pidana berat, diharapkan child grooming dapat dicegah dan pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal. Oleh karena itu, masyarakat perlu lebih waspada dan memahami ancaman kejahatan ini agar dapat melindungi anak-anak dari eksploitasi seksual di dunia nyata maupun digital.
Baca Juga: Masa Depan Anak Perempuan Terancam: Mengapa Child Grooming Tidak Boleh Diromantisasikan?
(*)