Parapuan.co - Kawan Puan, susunan pengurus Danantara telah diumumkan. Di dalamnya, ada nama Joko Widodo dan Susilo Bambang Yudhoyono yang bertindak sebagai Dewan Pengarah. Namun, yang menjadi perhatian PARAPUAN adalah ketiadaan perempuan dalam struktur organisasi.
Hal tersebut terungkap dari susunan pengurus Danantara yang dikutip dari Kompas.com. Melihat fakta ini, tampaknya dominasi laki-laki dalam struktur organisasi memang masih menjadi tantangan signifikan dalam mencapai kesetaraan gender di Indonesia.
Dari perspektif PARAPUAN, dominasi ini tidak hanya mencerminkan ketidakadilan, tetapi juga menghambat terciptanya kebijakan yang inklusif dan berkeadilan gender. Melihat Danantara sebagai Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara, tentu penting untuk menghadirkan pengurus perempuan.
Pasalnya, di Indonesia tidak hanya ada investor laki-laki tetapi banyak pula dari perempuan, baik berasal dari dalam maupun luar negeri. Mengapa representasi perempuan dalam organisasi, seperti Danantara ini begitu penting?
Dampak Dominasi Laki-Laki terhadap Representasi Perempuan
Organisasi yang didominasi oleh pemimpin laki-laki cenderung menyasar pasar laki-laki, sehingga kurang menampilkan representasi perempuan dalam pemberitaannya.
Hal ini menunjukkan bahwa dominasi laki-laki dalam posisi kepemimpinan dapat menyebabkan perspektif perempuan terpinggirkan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam pembentukan opini publik.
Pentingnya Representasi Perempuan dalam Organisasi
Kehadiran perempuan dalam posisi pengambilan keputusan sangat penting untuk memastikan bahwa kebutuhan dan kepentingan perempuan terakomodasi dalam kebijakan publik.
Baca Juga: Mengenal Apa Itu Kebijakan Responsif Gender dan Pemenuhan Hak Perempuan
Tanpa keterwakilan perempuan, isu-isu yang spesifik mempengaruhi perempuan mungkin terabaikan, sehingga kebijakan yang dihasilkan kurang inklusif dan tidak mencerminkan realitas seluruh masyarakat.
Solusi untuk Meningkatkan Peran Perempuan dalam Pengambilan Keputusan
1. Kebijakan Afirmasi: Melansir Kompas.com, penerapan kuota 30 persen perempuan di parlemen merupakan salah satu langkah afirmatif untuk meningkatkan representasi perempuan dalam politik. Namun, implementasi kebijakan ini perlu pengawasan dan evaluasi agar tidak sekadar menjadi formalitas tanpa substansi.
2. Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan: Menyediakan program pelatihan dan pendidikan yang mendukung perempuan untuk memecahkan hambatan individual, kultural, dan kelembagaan dalam birokrasi.
3. Perubahan Budaya Organisasi: Mendorong budaya kerja yang inklusif dan setara, di mana semua pihak mendapatkan pengakuan dan apresiasi tanpa memandang gender. Perusahaan seperti PT HM Sampoerna Tbk telah menerapkan prinsip inklusi dan kesetaraan di tempat kerja melalui program seperti "Lean In Circle".
Contoh Keberhasilan Peningkatan Partisipasi Perempuan dalam Kepemimpinan
Dikutip dari Kompas.com, sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia, perempuan telah menunjukkan kontribusi signifikan, dengan representasi sebesar 60 persen dari total sektor UMKM. Pencapaian ini menjadi bukti kekuatan perempuan pengusaha dan organisasi perempuan dalam menciptakan ekonomi yang lebih inklusif.
Meningkatkan representasi perempuan dalam struktur organisasi dan pengambilan keputusan bukan hanya tentang mencapai kesetaraan gender, tetapi juga tentang memperkaya perspektif dalam pembuatan kebijakan yang lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan seluruh masyarakat.
Langkah-langkah konkret seperti kebijakan afirmasi, pendidikan kepemimpinan, dan perubahan budaya organisasi perlu terus didorong untuk mencapai tujuan tersebut.
Baca Juga: Ketimpangan Gender dalam Kontrasepsi: Jangan Hanya Dibebankan pada Perempuan
(*)