Merasa Tergantung dengan Pria? Bisa Jadi Alami Sindrom Cinderella Complex

Saras Bening Sumunar - Senin, 7 April 2025
Mengenal istilah Cinderella Complex.
Mengenal istilah Cinderella Complex. Freepik

Parapuan.co - Apakah Kawan Puan pernah melihat beberapa perempuan cenderung bergantung kepada seseorang yang dianggap lebih kuat seperti pria? Jika demikian, bisa jadi ia mengalami sindrom cinderella complex.

Sebagian orang menganggap bahwa sindrom cinderella complex adalah situasi yang wajar dialami perempuan. Padahal sebenarnya, situasi ini dipicu karena berbagai faktor kompleks, termasuk stigma masyarakat yang selalu memandang perempuan sebagai manusia lemah.

Bukan hanya itu, cinderella complex juga sangat berkaitan dengan pola asuh orang tua semasa kecil. Untuk lebih lengkapnya, berikut PARAPUAN merangkum tentang sindrom cinderella complex yang saat ini banyak dibicarakan.

Apa itu Cinderella Complex?

Istilah cinderella complex pertama kali diperkenalkan oleh Collette Dowling, seorang terapis asal New York pada tahun 1981 lalu. Istilah ini muncul dalam bukunya yang bertajuk "The Cinderella Complex: Women's Hidden Fear of Independence".

Dalam bukunya, Collete Dowling menjelaskan bahwa cinderella complex adalah sebuah sindrom yang terjadi ketika perempuan memiliki kecenderungan bergantung pada orang lain, terutama pada pria atau pasangannya.

Kondisi ini dialami perempuan karena sejak kecil, ia tidak dididik untuk menghadapi ketakutan dan masalahnya sendiri. Walaupun belum dikategorikan sebagai masalah kesehatan mental, namun sebagian orang yang mengalami sindrom ini kerap dihubungkan dengan gangguan psikologis tertentu, misalnya seperti gangguan dependen atau tidak bisa mandiri.

Apa Penyebab Utama Cinderella Complex?

Menurut International Journal of Psychology, penyebab utama perempuan yang mengalami sindrom cinderella complex karena stereotip bahwa perempuan hanya sebagai pihak yang menerima, sementara pria dianggap sebagai pihak memberi.

Baca Juga: Mengenal Istilah Baru Pola Asuh Fafo Parenting, Akankah Jadi Tren?


Sebab stereotip inilah, sebagian orang tua mengasuh anak perempuannya dengan lebih protektif dan minim tekanan. Alhasil, anak perempuan cenderung berpikir bahwa akan ada orang lain yang selalu membantu jika mereka dihadapkan pada kesulitan. Pada akhirnya, anak perempuan tidak mampu membangun identitas diri yang kuat untuk menjalani kehidupan pribadi.

Selain pola asuh orang tua yang mungkin cenderung memanjakan anak perempuannya, sejumlah faktor lain juga dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami cinderella complex, seperti:

  • Pengaruh lingkungan sosial yang sering merendahkan dan mengisolasi wanita.
  • Menderita gangguan kesehatan mental tertentu, misalnya seperti borderline personality disorder atau gangguan kepribadian dependen.

Bagaimana Tanda Sindrom Cinderella Complex?

Merujuk dari laman Health Gradesada beberapa tanda yang menunjukkan perempuan memiliki sindrom cinderella complex. Walaupun belum ada penelitian resmi, perempuan dengan sindrom ini mungkin mengalami:

- Mengambil keputusan berdasarkan persetujuan pasangan.

- Merasa cemas jika harus sendirian.

- Merasa sulit atau tidak bisa mengambil keputusan besar dalam hidupnya.

Baca Juga: Mengenal Istilah Tradwife dan Bedanya dengan Perempuan sebagai Ibu Rumah Tangga

- Lebih memiliki peran sebagai ibu rumah tangga daripada mengembangkan karier.

- Sering berkorban agar bisa selalu bersama pasangan.

- Ingin selalu bersama dengan pasangan.

- Kehilangan rasa percaya diri jika tidak bersama dengan pasangan.

Kapan Harus Mencari Bantuan Akibat Situasi Ini?

Perlu diketahui bahwa tidak semua perempuan yang menunjukkan tanda-tanda di atas bisa digolongkan sebagai cinderella complex. Banyak perempuan dalam peran tradisional menikmati hubungan sehat dengan pasangannya, di mana masing-masing saling membantu.

Ada juga perempuan yang berpartisipasi dalam pengambilan keputusan setara dengan pasangan mereka. Tetapi jika kamu merasa takut hidup sendirian dan tak bisa bertanggung jawab sepenuhnya atas hidupmu, itu artinya kamu perlu melakukan konseling pada profesional.

Kamu bisa melakukan konsultasi pada psikoterapis untuk membantu menemukan cara mengatasi rasa takut dan meningkatkan kualitas hidup terutama pada kondisi emosionalmu. 

Baca Juga: Ganti Istilah Janda Jadi Ibu Tunggal: Bentuk Penghormatan terhadap Perempuan

(*)

Sumber: Health Grades
Penulis:
Editor: Kinanti Nuke Mahardini


REKOMENDASI HARI INI

Jangan Takut Tergantikan! Ini Pentingnya Kembangkan Skill yang Relevan di Era Digital