Pemecatan Guru Besar UGM: Refleksi Kasus Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi

Arintha Widya - Selasa, 8 April 2025
Refleksi kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi.
Refleksi kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi. Freepik

Sekretaris Universitas Gadjah Mada, Andi Sandi seperti melansir Antara via Kompas.com, menyampaikan bahwa, "Pimpinan UGM sudah menjatuhkan sanksi kepada pelaku berupa pemberhentian tetap dari jabatan sebagai dosen. Penjatuhan sanksi ini dilaksanakan sesuai dengan peraturan kepegawaian yang berlaku."

Kasus ini menjadi refleksi bahwa kampus, sebagai ruang pendidikan dan pembinaan karakter, justru masih rentan terhadap praktik kekerasan seksual berbasis relasi kuasa. EM terbukti melakukan kekerasan seksual sepanjang 2023–2024 dengan modus pendekatan akademik seperti bimbingan dan diskusi, yang banyak terjadi di luar kampus.

Hanya saja, status guru besar EM belum dicabut karena masih menunggu keputusan Kementerian, seperti disampaikan Andi, "Status guru besar itu diajukan kepada pemerintah, khususnya kementerian. SK-nya dikeluarkan oleh Kementerian. Jadi, kalau kemudian guru besarnya ingin dicabut, keputusannya juga harus dikeluarkan oleh kementerian."

Fakta bahwa status akademik setinggi guru besar belum otomatis gugur meski pelaku sudah terbukti bersalah mencerminkan adanya celah dalam sistem kepegawaian perguruan tinggi. Sistem ini cenderung lebih melindungi institusi dan reputasi daripada memberi ruang aman dan keadilan bagi korban.

UGM memang telah membentuk Satgas PPKS sejak 2022 dan mengintegrasikan kebijakan internal dengan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021. Namun, tindakan nyata seperti pemecatan ini harus dilanjutkan dengan reformasi budaya kampus secara menyeluruh—budaya yang berpihak pada korban, yang membongkar ketimpangan kuasa, dan memastikan bahwa kampus menjadi ruang aman.

Kekerasan seksual di lingkungan akademik tidak akan pernah tuntas jika gelar dan jabatan masih dijadikan perisai. Pemecatan EM adalah awal. Kampus-kampus lain harus meneladani langkah UGM, dan negara melalui kementerian harus tegas menyusul dengan mencabut status guru besar tersebut.

Hanya dengan cara inilah keadilan untuk korban benar-benar ditegakkan dan budaya kampus yang sehat bisa dilahirkan kembali.

Adanya hukuman dan sanksi yang tegas diharapkan membuat pelaku jera dan tidak melahirkan pelaku-pelaku lainnya, baik dari kalangan akademisi, pejabat pemerintahan, oknum penegak hukum, atau yang lainnya.

Baca Juga: KemenPPPA Turut Kawal Kasus Kekerasan Seksual yang Melibatkan Oknum Kepolisian

(*)

Sumber: Kompas.com
Penulis:
Editor: Arintha Widya


REKOMENDASI HARI INI

Pneumonia Bisa Disebabkan Oleh Virus dan Bakteri: Apa Perbedaannya?