Balita Disiksa Pacar Ibu, Ini Kronologi dan Langkah Preventif untuk Single Mother

Tim Parapuan - Kamis, 10 April 2025
Ketakutan balita karena disiksa
Ketakutan balita karena disiksa Freepik

Parapuan.co - Kasus penganiayaan terhadap dua balita oleh kekasih sang ibu di Penjaringan, Jakarta Utara, beberapa hari lalu, menggores hati banyak perempuan di seluruh negeri. Di balik luka fisik yang diderita sang anak, ada luka emosional yang tak kalah dalam, yang tak hanya dialami anak, mungkin juga dialami oleh ibu dan perempuan lain yang pernah menghadapi dilema yang sama.

Mengutip dari Kompas.com, kejadian bermula ketika dua balita ditemukan dalam kondisi mengenaskan di sebuah kontrakan. Tangisan mereka membuat warga sekitar curiga, dan saat pintu dibuka paksa, ditemukan luka-luka yang jelas bukan akibat kecelakaan biasa.

Pelaku, EC (28), yang merupakan kekasih ibu mereka, diduga melakukan kekerasan karena kesal akibat kedua anak tersebut mengompol dan buang air besar di kasur. Kemudian tetangga korban, melaporkan kejadian ini kepada pihak berwenang.

Polisi yang datang ke lokasi menemukan kedua balita dalam kondisi luka-luka dan segera membawa mereka ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan medis. Selain itu, pihak kepolisian juga langsung menangkap pelaku di hari yang sama.

Saat ini, kedua balita tersebut masih menjalani perawatan intensif di rumah sakit. Pihak rumah sakit melaporkan bahwa mereka mengalami trauma fisik dan psikis akibat kejadian tersebut. Kasus ini masih dalam penyelidikan lebih lanjut oleh kepolisian untuk mengungkap detail lainnya, dan memastikan proses hukum berjalan sesuai ketentuan.

Sebagai perempuan, kita tahu betapa rumitnya menjadi ibu tunggal. Ketika harus memilih antara memenuhi kebutuhan emosional diri sendiri dan melindungi anak, seringkali perempuan terjebak dalam konflik batin yang dalam. Namun, tragedi ini menjadi peringatan keras bahwa cinta dan kasih sayang terhadap anak harus menjadi prioritas utama.

Penelitian dari World Health Organization tahun 2020 menunjukkan bahwa anak yang mengalami kekerasan memiliki risiko tinggi untuk mengembangkan gangguan mental jangka panjang, seperti PTSD, kecemasan kronis, dan bahkan kecenderungan bunuh diri. Dampak ini tak hanya menghantui masa kecil, tapi juga mengganggu masa depan mereka sebagai manusia dewasa.

Studi dalam jurnal Child Abuse & Neglectmenyatakan bahwa trauma masa kecil akibat kekerasan fisik atau emosional dapat merusak perkembangan otak, terutama pada area yang bertanggung jawab atas regulasi emosi, dan pengambilan keputusan. Ini bisa menjelaskan mengapa korban kekerasan masa kecil kerap mengalami kesulitan membangun hubungan yang sehat saat dewasa.

Sebagai ibu tunggal dengan anak, penting bagi kita untuk menyadari bahwa perlindungan anak bukan sekadar soal hadir secara fisik, tapi juga menghadirkan lingkungan yang aman dan sehat secara emosional. 

Baca Juga: Kekerasan pada Anak dalam Keluarga Cerminkan Minimnya Ruang Aman untuk Mereka

 

 

Berikut beberapa langkah preventif bagi para ibu tunggal, untuk mencegah anak mendapatkan kekerasan dari orang lain.

1. Pengenalan pasangan baru dengan hati-hati

Sebelum memperkenalkan pasangan baru kepada anak, pastikan hubungan tersebut stabil. Selain itu, pastikan juga pasangan memiliki komitmen serta sikap yang baik terhadap anak.

2. Komunikasi terbuka dengan anak

Bangun komunikasi yang jujur dengan anak mengenai perasaan dan pendapat mereka tentang individu baru dalam kehidupan keluarga.

3. Pengawasan ketat terhadap interaksi

Awasi interaksi antara anak dan pasangan baru. Perhatikan tanda-tanda ketidaknyamanan atau perubahan perilaku pada anak.

4. Pendidikan tentang kekerasan

Baca Juga: Ibu Tunggal Rentan Alami Stres, Pahami Faktor Pemicu dan Dampaknya

Ajarkan anak untuk mengenali bentuk-bentuk kekerasan dan dorong mereka untuk berbicara jika merasa tidak aman.

5. Mencari bantuan profesional

Jika terdapat indikasi kekerasan atau perilaku mencurigakan, segera konsultasikan dengan profesional, seperti psikolog atau pekerja sosial, untuk mendapatkan panduan dan intervensi yang tepat.

6. Membangun jaringan dukungan

Terlibatlah dalam komunitas atau kelompok dukungan bagi orang tua tunggal atau ibu yang menghadapi situasi serupa. Berbagi pengalaman dan mendapatkan saran dari orang lain dapat membantu dalam mengambil keputusan yang tepat.

7. Meningkatkan kemandirian finansial 

Ketika perempuan memiliki kontrol atas penghasilan mereka, mereka lebih mampu membuat keputusan yang berpihak pada keselamatan dan masa depan anak-anak.

8. Mengenali tanda-tanda kekerasan 

Pahami dan kenali tanda-tanda fisik maupun emosional dari kekerasan pada anak, sehingga intervensi dapat dilakukan sedini mungkin.

Baca Juga: Kekerasan pada Anak dalam Keluarga Cerminkan Minimnya Ruang Aman untuk Mereka

9. Membuat batasan yang jelas

Tetapkan batasan yang jelas dalam hubungan baru mengenai peran dan keterlibatan pasangan terhadap anak-anak.

10. Mengutamakan kesejahteraan anak: Selalu prioritaskan kebutuhan dan kesejahteraan anak di atas kepentingan pribadi dalam menjalin hubungan baru.

Tragedi dua balita ini menjadi pengingat keras bagi kita semua, setiap perempuan dan ibu. Jangan ragu untuk bertanya, untuk mencari bantuan, untuk mengambil langkah pergi jika perlu. Karena setiap anak berhak tumbuh di lingkungan yang penuh kasih, dan setiap perempuan berhak hidup tanpa rasa takut. 

Baca Juga: 11 Dampak Jangka Panjang Kekerasan Anak di Bawah Umur yang Perlu Diwaspadai

(*)

Celine Night

Sumber: Kompas.com,WHO,Science Direct
Penulis:
Editor: Citra Narada Putri