Parapuan.co - Saat kamu memutuskan untuk hidup lebih sehat, salah satu langkah paling umum yang dilakukan adalah mulai mengonsumsi lebih banyak sayuran. Meski sayuran dikenal sebagai makanan super yang kaya akan serat, antioksidan, vitamin, dan mineral, ternyata salah cara memasak bisa mengubah manfaat baik menjadi risiko tersembunyi, terutama bagi kesehatan jantung.
Alih-alih menyehatkan, cara memasak sayuran yang kurang tepat justru bisa meningkatkan kadar kolesterol, tekanan darah, dan risiko penyakit kardiovaskular lainnya.
Kebiasaan dapur sehari-hari yang tampak sepele seperti menggoreng brokoli dengan minyak banyak atau merebus sayuran terlalu lama bisa menjadi pemicu masalah kesehatan jangka panjang.
Sementara menurut laman Kompas.com, pemilihan teknik memasak yang tidak sehat sangat berperan dalam memengaruhi nilai gizi dari makanan, terutama bagi orang-orang yang memiliki risiko penyakit jantung. Berikut penjelasan selengkapnya!
1. Penggunaan Minyak Kelapa yang Berlebihan
Minyak kelapa sering dianggap sehat karena sifat alaminya dan rasa khas yang diberikan pada masakan. Namun, minyak ini mengandung lemak jenuh cukup tinggi, yang jika dikonsumsi berlebihan bisa meningkatkan kadar kolesterol jahat (LDL) dalam darah.
Kolesterol tinggi menjadi faktor risiko utama penyakit jantung. Memasak sayur dengan minyak kelapa setiap hari, apalagi dalam jumlah banyak, bisa memperbesar peluang terjadinya gangguan jantung. Sebagai alternatif lebih sehat, pilih minyak zaitun, kanola, atau minyak alpukat yang kaya lemak tak jenuh dan lebih ramah untuk jantung.
2. Merebus Sayur Terlalu Lama
Merebus memang terlihat sebagai metode yang lebih sehat dibandingkan menggoreng, tetapi jika dilakukan terlalu lama, kandungan nutrisi penting dalam sayuran bisa hilang, terutama antioksidan dan vitamin karena larut dalam air, termasuk vitamin C dan folat. Saat sayuran direbus dalam waktu lama, bukan hanya warna dan teksturnya yang berubah, tetapi kandungan nutrisinya pun ikut terbuang bersama air rebusan.
Baca Juga: Bingung Menentukan di Pagi Hari Lebih Baik Jus Sayuran atau Jus Buah? Ini Jawabannya
Durasi dan suhu memasak memiliki peran penting dalam mempertahankan manfaat gizi pada makanan. Saat nutrisi hilang, kamu tidak lagi mendapatkan perlindungan optimal dari zat antioksidan yang bisa menangkal peradangan dan kerusakan pembuluh darah, faktor pemicu penyakit jantung.
3. Menambahkan Terlalu Banyak Garam dan Penyedap
Agar rasa sayuran lebih nikmat, tak jarang orang menambahkan garam, penyedap rasa, bahkan saus siap pakai dalam jumlah berlebih. Padahal, menurut pedoman gizi seimbang, konsumsi natrium (garam) yang terlalu tinggi bisa memicu tekanan darah tinggi (hipertensi), salah satu faktor risiko utama penyakit jantung dan stroke.
Garam yang berlebihan dapat menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, sehingga jantung harus bekerja lebih keras untuk memompa darah. Jika dibiarkan dalam jangka panjang, hal ini bisa menyebabkan pembesaran jantung dan gagal jantung.
4. Memasak dengan Suhu Api Terlalu Tinggi
Menggoreng atau menumis sayur dengan api terlalu besar bisa mempercepat proses memasak, tapi justru berdampak buruk bagi kesehatan jantung.
Panas tinggi bisa mengubah struktur kimia lemak menjadi senyawa berbahaya bagi tubuh, termasuk senyawa oksidatif yang bisa memicu peradangan. Selain itu, memasak dengan suhu terlalu panas bisa membuat minyak mencapai titik asap, menghasilkan radikal bebas yang tidak baik untuk jantung.
Gunakan api sedang saat memasak. Selain itu, pilih minyak dengan titik asap tinggi seperti minyak alpukat atau minyak biji anggur untuk menjaga kualitas nutrisi makanan.
5. Menumis Sayuran
Mentega dan margarin sering digunakan untuk menumis karena bisa memberikan aroma gurih yang menggoda. Namun, kedua bahan ini mengandung lemak jenuh dan trans yang tinggi, dan penggunaannya dalam proses memasak bisa meningkatkan risiko aterosklerosis atau penyumbatan arteri akibat penumpukan lemak. Ini tentu menjadi ancaman serius bagi jantung, terutama jika dikonsumsi dalam jangka panjang.
Baca Juga: Mengenal Aritmia: Gangguan Irama Jantung yang Rentan Terjadi pada Perempuan
(*)