Konflik yang Rentan Dihadapi Calon Pengantin Menjelang Pernikahan

Saras Bening Sumunar - Jumat, 18 April 2025
Konflik yang sering dihadapi jelang pernikahan.
Konflik yang sering dihadapi jelang pernikahan. Freepik

Keluarga besar sering kali punya peran besar dalam pernikahan, terutama dalam budaya yang menjunjung tinggi nilai-nilai adat. Namun, tidak semua pasangan merasa nyaman dengan campur tangan keluarga, apalagi jika permintaan mereka bertolak belakang dengan keinginan pribadi.

Misalnya, kamu menginginkan upacara pernikahan modern, tetapi orang tuamu tetap ingin ritual adat dijalankan. Mungkin juga, keluarga pasanganmu mendesak agar kamu mengikuti aturan tertentu yang tidak sesuai dengan nilai pribadimu. Jika tidak dikomunikasikan dengan baik, hal ini bisa menyebabkan konflik berkepanjangan.

3. Ketidakseimbangan Kertelibatan dalam Persiapan

Salah satu pihak bisa merasa bahwa dia bekerja lebih keras dalam mempersiapkan pernikahan dibanding pasangannya. Misalnya, kamu yang terus berkoordinasi dengan vendor, membuat daftar tamu, mengurus fitting baju, sedangkan pasanganmu tampak pasif.

Hal ini bisa menimbulkan rasa kesal, jenuh, bahkan mempertanyakan komitmen pasangan terhadap pernikahan ini. Rasa tidak adil ini bisa menjadi sumber konflik yang tajam jika tidak dibicarakan dengan terbuka.

4. Konflik Emosional yang Tidak Terselesaikan Sebelumnya

Menjelang pernikahan, kamu dan pasangan akan menghadapi banyak diskusi mendalam hingga mungkin membuka luka lama atau konflik yang selama ini tidak pernah benar-benar diselesaikan.

Misalnya, masalah kepercayaan, trauma masa kecil, atau luka emosional dari hubungan sebelumnya bisa muncul kembali dan memicu argumen tajam. Jika tidak ada kemauan untuk menyelesaikannya secara dewasa, konflik ini bisa menggoyahkan hubungan saat sedang diuji oleh tekanan pernikahan.

Mengapa Konflik Jelang Pernikahan Perlu Dikelola dengan Baik?

Konflik menjelang pernikahan bukanlah sesuatu yang harus ditakuti atau dianggap sebagai pertanda buruk. Justru, jika kamu dan pasangan bisa menghadapinya dengan komunikasi yang terbuka, empati, dan sikap saling mendengarkan, ini bisa menjadi fondasi kuat untuk membangun pernikahan sehat.

Menghindari konflik atau memaksakan keharmonisan palsu hanya akan membuat masalah tersebut meledak di kemudian hari, saat kehidupan pernikahan sudah dimulai. Maka dari itu, ciptakan ruang untuk berdialog secara jujur, libatkan konselor jika perlu, dan selalu ingat bahwa tujuan kalian bukan hanya "menikah", tapi "menjadi pasangan yang saling tumbuh bersama".

Baca Juga: Kenapa Perempuan Memilih Bertahan dalam Pernikahan Tidak Bahagia?

(*)

*Sebagian dari artikel ini dibuat dengan bantuan kecerdasan buatan (artificial intelligence - AI).