KemenPPPA Kawal Kasus Kekerasan Seksual di RSHS dan Pastikan Pemulihan Korban

Saras Bening Sumunar - Selasa, 15 April 2025
KemenPPPA pantau kasus kekerasan seksual di RSHS Bandung.
KemenPPPA pantau kasus kekerasan seksual di RSHS Bandung. Tinnakorn Jorruang

 

Parapuan.co - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi menyayangkan terjadinya kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh dokter residen anestesi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran terhadap seorang keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Menurut Menteri PPPA, rumah sakit merupakan ruang publik yang seharusnya menjadi tempat aman bagi setiap orang, termasuk perempuan.

"Kejadian ini menjadi peringatan bagi masyarakat bahwa kekerasan seksual dapat terjadi di mana saja, termasuk ruang publik yang seharusnya menjadi tempat aman bagi kita semua. Tidak ada satu pun perempuan pantas menjadi korban kekerasan seksual," ujar Arifah Fauzi.

"Kami berkomitmen untuk mengawal proses hukum dan pemulihan korban, serta memastikan hak-hak korban dipenuhi secara menyeluruh. Selain itu, kami juga mendorong penguatan sistem pencegahan dan respons di rumah sakit, kampus, dan institusi pelayanan publik lainnya," tegas Arifah.

Sementara itu, Wakil Menteri PPPA, Veronica Tan melakukan kunjungan ke RSHS Bandung pada Senin (14/4/2025) menyusul terungkapnya kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh oknum dokter residen spesialis anestesi terhadap keluarga pasien. Dalam kunjungannya, Wamen PPPA memastikan pihaknya akan memberikan perlindungan kepada korban dan mendorong Aparat Penegak Hukum (APH) untuk menjatuhkan hukuman maksimal terhadap pelaku.

"Kami mendorong agar pelaku kekerasan seksual diberi hukuman maksimal sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kekerasan seksual bukan sekadar soal oknum bermasalah, dampaknya jauh lebih luas, terutama bagi korban setelah kejadian berlangsung," ujar Veronica Tan.

Lebih lanjut lagi, Wamen PPPA juga menjelaskan bahwa pemulihan psikologis korban sangat penting. Apalagi, pengalaman traumatis akan kekerasan seksual ini juga berdampak pada jangka panjang.

"Pemulihan psikologis jangka panjang sangat penting. Trauma akibat kekerasan seksual bisa menghancurkan masa depan korban jika tidak segera ditangani. Karena itu, fokus kita bukan hanya pada hukuman bagi pelaku, tapi juga pada bagaimana korban bisa pulih dan bangkit dari trauma. Ini adalah tanggung jawab kita bersama," ujar Wamen PPPA.

Wamen PPPA menekankan Kementerian PPPA akan terus mengawal proses hukum serta memastikan pemulihan psikologis korban. Ia mengingatkan kasus seperti ini hanyalah permukaan dari fenomena gunung es kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia.

"Kasus ini bukan merupakan kasus yang pertama, beberapa waktu lalu kita mendengar kasus serupa yang dilakukan oleh oknum polisi, dosen, penumpang angkutan KAI dan saat ini dilakukan oleh dokter. Semua harus ditindak agar tidak terulang," jelas Veronica Tan.

Baca Juga: Korban Dokter PPDS RSHS Bertambah dan Respons Komnas Perempuan Atas Kasus Bergulir

Terkait kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh oknum dokter di RSHS ini, Kemen PPPA telah berkoordinasi dengan Dinas P3AKB Provinsi dan Kota Bandung, Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) PPA Provinsi dan Kota Bandung, Polda Jabar, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), juga pendampingan hukum bagi korban untuk mengawal, mendampingi serta memastikan hak korban terpenuhi, termasuk hak untuk mendapatkan restitusi.

Veronica Tan juga menjelaskan bahwa upaya pendampingan yang dilakukan antara lain persiapan asesmen, pendampingan psikologis serta pengawalan proses hukum. Hal ini tentunya memerlukan kerjasama lintas sektor sebagai upaya pemenuhan hak perempuan korban kekerasan

Wamen PPPA juga meminta agar masyarakat selalu waspada. Tidak mudah dimanipulasi oleh oknum-oknum yang mempergunakan profesinya untuk dalih melakukan kejahatan.

"Selama kunjungan tadi, kami memeriksa langsung lokasi kejadian yang ternyata merupakan area belum siap digunakan dan dalam kondisi belum diserahterimakan ke pihak RSHS, hal ini menunjukkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh pelaku terindikasi sudah direncanakan," ujar Wamen PPPA.

Lebih lanjut, Wamen PPPA mendorong masyarakat yang melihat atau mengalami kasus kekerasan untuk berani melapor ke lembaga-lembaga yang telah diberikan mandat oleh UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, seperti UPTD PPA, UPT Bidang Sosial, Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat, dan Kepolisian.

Selain itu, masyarakat juga dapat melapor melalui hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau Whatsapp 08-111-129-129 yang dikelola oleh Kemen PPPA.

"Bagi siapapun yang menjadi korban, melihat, ataupun mendengar kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat segera melapor. Layanan SAPA 129 dapat diakses dengan mudah melalui hotline 129 atau Whatsapp 08111-129-129,"pungkas Wamen PPPA.

Setelah melakukan kunjungan kerja ke Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Wamen PPPA melanjutkan kunjungannya ke UPTD PPA Jawa Barat dan Polda Jawa Barat. Kunjungan ini bertujuan untuk menindaklanjuti kasus kekerasan seksual yang terjadi di RSHS, serta memperkuat koordinasi dalam penanganan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di wilayah Jawa Barat.

Baca Juga: 3 Langkah Tegas Kemenkes pada Dokter PPDS Unpad yang Lakukan Pemerkosaan di RSHS Bandung

(*)