Meski terlihat berbeda dari kebaya di daerah lain, kebaya Bali tetap memancarkan kecantikan yang khas. Kebaya ini merepresentasikan kekuatan spiritual, dan peran penting perempuan dalam kehidupan adat, dan keagamaan di Bali.
5. Kebaya Jawa Klasik
/photo/2025/04/17/64d9eb43129b7jpg-20250417040353.jpg)
Kebaya khas Jawa klasik biasa dikenakan dalam acara adat seperti siraman, midodareni, dan pernikahan. Biasanya terbuat dari bahan beludru dengan warna-warna gelap seperti hitam, marun, atau hijau tua.
Kebaya ini dipadukan dengan sanggul besar dan paes di dahi, menciptakan tampilan yang anggun, agung, dan penuh wibawa.
Mengenakan kebaya Jawa klasik sering kali terasa seperti memasuki waktu yang lebih lambat, lebih sakral. Kebaya ini membawa perempuan menyatu dengan kearifan tradisional yang dijaga turun-temurun.
Baca Juga: Seperti Dian Sastro, Ini Tips Pakai Kebaya untuk Kerja bagi Perempuan Masa Kini
6. Kebaya Sunda
Dikenal dengan potongan kerah V yang menjuntai ke bawah, kebaya Sunda memiliki karakter yang lembut namun berkelas. Warna-warna yang sering digunakan adalah putih, pastel, atau warna-warna lembut lainnya.
Kebaya ini banyak dikenakan dalam pernikahan adat Sunda, dipadukan dengan siger di kepala dan kain batik sebagai bawahan. Perempuan Sunda dikenal dengan kelembutan dan kesantunan, dan karakter ini tergambarkan dalam detail kebaya mereka, yaitu lembut namun tetap tegas.
7. Kebaya Modern: Inovasi yang Menginspirasi
Seiring waktu, banyak perempuan muda merasa ingin mengenakan kebaya tanpa merasa terjebak dalam kesan kuno. Maka lahirlah kebaya modern, yang berdesain lebih fleksibel, penuh eksperimen, dan sering dikombinasikan dengan elemen fashion global.
Misalnya, kebaya brokat dipadukan dengan rok tulle, kebaya peplum, atau bahkan kebaya yang dikenakan dengan celana kulot atau celana panjang. Kebaya modern adalah cerminan dari perempuan masa kini, yang kreatif, dinamis, dan tetap terhubung dengan akarnya. Kawan Puan bisa tetap tampil modis tanpa kehilangan makna budaya.
Namun seindah-indahnya kebaya, masih banyak perempuan yang merasa canggung atau minder saat mengenakannya. Ada yang khawatir tubuhnya tidak sesuai dengan standar kebaya, ada juga yang merasa tidak cukup percaya diri untuk tampil menonjol.
Baca Juga: Kebaya Kondangan Jadi Outfit Viral di TikTok, Ini 5 Rekomendasinya
Padahal kebaya bisa dan harus menjadi busana yang inklusif. Dengan pilihan bahan yang tepat, desain yang disesuaikan, dan pola yang fleksibel, kebaya bisa membuat siapa pun merasa cantik.
Beberapa desainer lokal seperti Anne Avantie dan Didi Budiardjo telah membuka jalan menuju inklusivitas ini, merancang kebaya untuk semua bentuk tubuh, semua warna kulit, dan semua karakter perempuan.
Tak sebatas itu, di balik setiap kebaya yang kita kenakan, ada kerja tangan para perempuan, mulai dari penjahit rumahan, pengrajin batik, pembuat bordir, hingga ibu-ibu UMKM yang menjual aksesori kebaya secara daring. Ketika kamu memilih untuk mengenakan kebaya, kamu juga sedang mendukung ekonomi perempuan.
Ini adalah bentuk solidaritas antarperempuan yang tidak selalu terlihat, tapi sangat nyata dampaknya. Dalam hal ini, fashion bukan hanya tentang penampilan, tapi juga keberpihakan.
Kartini mengenakan kebaya saat ia menulis surat-suratnya yang mengguncang struktur patriarki zaman kolonial. Maka kebaya, di masa itu, bukan hanya simbol kelembutan, tapi juga alat perlawanan yang lembut namun tajam. Hari ini, Kawan Puan bisa meneruskan semangat itu dengan bersuara, mendukung perempuan lain, dan merayakan jati diri tanpa rasa malu.
Menjelang Hari Kartini ini, mari kita kenakan kebaya dengan cara kita sendiri. Bukan hanya sebagai penghormatan kepada Kartini, tapi juga sebagai bentuk penghormatan kepada diri sendiri, agar perempuan yang terus bertumbuh, berjuang, dan mencintai dirinya apa adanya.
(*)
Celine Night